SUKABUMI – Ratusan keluarga di Kampung Gempol, Desa Cikadu, Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, masih hidup dalam bayang-bayang ancaman pergerakan tanah susulan. Padahal, wilayah mereka telah ditetapkan sebagai zona merah yang tidak layak huni oleh tim geologi sejak bencana pertama pada Desember 2024.
Ancaman itu kembali menjadi nyata ketika pergeseran tanah susulan terjadi pada Kamis, 18 Desember 2025. “Warga masyarakat di sini merasa prihatin, ketakutan. Jiwa raganya tidak ada ketenangan dengan adanya susulan. Ini kan udah satu tahun,” ujar Hasim, seorang warga terdampak.
Kekhawatiran tersebut sangat beralasan. Ibu Yeni (39), yang rumahnya rusak parah, mengaku selalu waswas, terutama saat hujan.
Baca Juga: Janji Relokasi Korban Pergerakan Tanah Belum Ditepati: Tunggu ada yang Mati?
“Kalau hujan gak bisa tidur. Takut roboh,” katanya.
Ia dan keluarganya bahkan sering terpaksa tidur di dapur yang sempit jika hujan deras, sebagai upaya penyelamatan darurat. Kondisi fisik wilayah semakin memperkuat kekhawatiran. Retakan tanah dan kerusakan struktural pada puluhan rumah masih jelas terlihat.
Ketua RT setempat, Teteng, menegaskan bahwa keinginan utama warga adalah penyelamatan jiwa. Warga ingin pemerintah menetapi janji relokasi.
“Harapannya, untuk mengamankan jiwa raga, istilahnya ingin direlokasi,” pintanya.
Baca Juga: Ketua KNPI Jabar Versi Ali jadi Tersangka Kasus Penipuan di Sukabumi
Namun, janji relokasi ke lokasi yang lebih aman, yang dijanjikan setahun lalu, masih berupa wacana. Padahal, tim ahli sudah sejak lama merekomendasikan pemindahan.
Ketiadaan relokasi memaksa warga untuk tetap bertahan di zona bahaya. Beberapa warga bahkan terpaksa kembali ke rumah rusak mereka setelah gagal mengontrak karena dana bantuan hidup sementara dari BNPB tidak kunjung turun.
Situasi ini menciptakan lingkaran kerentanan: warga terjebak di lokasi berbahaya karena bantuan dan solusi permanen tidak kunjung datang.
Baca Juga: Pemagaran Lapdek Rp650 Juta Disorot, Pemkot Sukabumi Kurang Kerjaan?
Dengan musim hujan yang masih berlangsung, ancaman pergerakan tanah susulan ketiga menjadi momok menakutkan bagi 101 KK yang terdampak. Para korban bencana ini memohon tindakan nyata dan segera dari pemerintah sebelum bencana berikutnya merenggut lebih dari sekadar rumah mereka.

