SUKABUMIKU.id – Seorang bocah perempuan berusia 8 tahun, sebut saja Bunga (bukan nama sebenarnya), di Kecamatan Gunungpuyuh, Kota Sukabumi, menjadi korban pencabulan oleh ayah kandungnya sendiri, TS alias A (45). Perbuatan bejat ini telah berlangsung selama tiga bulan dan terungkap pada 28 Desember 2024, namun baru dilaporkan ke Polres Sukabumi Kota pada 2 Januari 2025.
“Awalnya mengancam kemudian dari ancaman tersebut korban sangat ketakutan ketika ketemu sama bapaknya karena dia diancam jangan sampai melapor. Anak tersebut sudah tidak kuat, melaporkan kepada ibunya,” ungkap Kasat Reskrim Polres Sukabumi Kota, AKP Bagus Panuntun, Selasa (14/1/2025).
Ibu korban awalnya takut melapor karena TS diketahui berperilaku kasar dan diduga sering melakukan KDRT. Namun, akhirnya ia memberanikan diri untuk melapor ke polisi. “Ibunya nggak berani melaporkan karena pelaku ini cenderung kasar, diduga juga sering melakukan KDRT. Ibu (korban) melapor ke kami dan kami menindaklanjuti. Sempat tidak pulang akhirnya kami lakukan pengejaran dan kita amankan dalam kurun waktu 3×24 jam,” lanjut Bagus.
TS melakukan perbuatannya di lingkungan sekolah korban. Ia tidak hanya mengancam Bunga, tetapi juga mengiming-iminginya dengan uang dan handphone. “Ironis sekali yang notabene bapaknya harusnya menjaga anaknya. Ini anak terakhir anak bungsu, anak kembar juga, anaknya lima, ini (korban) anak terakhir yang harusnya dia menjaga pulang sekolah mengantarkan pulang namun dilakukan pencabulan tersebut,” ujar Bagus.
Kepada polisi, TS mengaku melakukan pencabulan karena tidak puas dengan istrinya yang dianggap tidak dapat memenuhi kebutuhan biologisnya. “Pelaku mengaku sakit hati kepada istrinya karena istrinya tidak bisa memenuhi hasrat biologisnya sehingga dia melampiaskan kepada korban karena korban tersebut merupakan anak kembar,” kata Bagus.
Saat ini, Bunga mengalami trauma berat dan berada di bawah perlindungan ibunya. Pihak kepolisian telah berkoordinasi dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Kota Sukabumi untuk pemulihan psikis korban. “Sampai saat ini (korban) trauma dan masih tinggal bersama ibu korban,” kata Bagus. “Kondisi anak masih dalam pemeriksaan, kami juga lakukan pendampingan, kami juga laporkan ke UPTD PPA untuk segera melakukan pemulihan psikis yang dialami anak tersebut. Sudah divisum dan hasil betul-betul terjadi pencabulan tersebut,” tambahnya.
Tenaga Psikolog UPTD PPA DP3A Kota Sukabumi, Dikdik Hardy, menyatakan pihaknya telah menerima laporan kasus ini dan akan melakukan asesmen kondisi korban, konseling, atau terapi sesuai kebutuhan. Ia menekankan pentingnya dukungan keluarga dan lingkungan sekitar dalam proses pemulihan korban. “Kita menunggu kesediaan korban untuk di asesmen. Jangan sampai korban merasa terpaksa atau dipaksa saat di asesmen karena asesmen dilakukan untuk kebaikan korban, artinya niat baik harus dilakukan dengan cara baik juga,” jelas Dikdik.
TS dijerat dengan pasal berlapis, yaitu Pasal 81 dan/atau 82 UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 01 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi UU, dengan ancaman pidana minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun penjara. (mrf/*)