SUKABUMI – Tingkat kejadian bencana alam di Kota Sukabumi terpantau masih tinggi. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Sukabumi mencatat sebanyak 59 bencana alam terjadi dalam kurun waktu dua bulan terakhir, yakni sepanjang April hingga Mei 2025.
“Periode April hingga Mei 2025, tercatat ada sekitar 59 kejadian bencana alam di Kota Sukabumi,” ungkap Kepala Pelaksana BPBD Kota Sukabumi, Novian Rahmat Taufik, melalui Kasi Pencegahan dan Kesiapsiagaan, Suhendar, pada Kamis (19/06/25).
Berdasarkan data BPBD, jenis bencana yang paling mendominasi adalah banjir dan cuaca ekstrem, masing-masing tercatat sebanyak 25 kejadian. Disusul tanah longsor sebanyak tujuh kali dan kebakaran permukiman sebanyak dua kali.
“Lonjakan kejadian ini mencerminkan meningkatnya risiko bencana hidrometeorologi di wilayah perkotaan,” jelas Suhendar.
Secara geografis, Kecamatan Cibeureum menjadi wilayah paling terdampak dengan 15 kejadian, diikuti oleh Kecamatan Baros (13 kejadian), Lembursitu, Cikole, dan Citamiang masing-masing mencatat tujuh kejadian, Warudoyong enam kejadian, serta Gunungpuyuh empat kejadian.
BPBD mengklaim telah melakukan penanganan menyeluruh dari fase pra bencana, saat kejadian, hingga pascabencana. Salah satu langkah strategis yang diterapkan adalah pengaktifan Posko Kolaborasi Aksi Siaga Bencana (ASB) bersama lintas sektor, yang juga dilengkapi dengan penyaluran bantuan berupa paket sembako kepada warga terdampak.
Upaya mitigasi ini diperkuat dengan diterbitkannya Surat Keputusan Wali Kota Sukabumi Nomor 188.45/268-BPBD/2024 tentang Status Siaga Darurat Bencana Banjir, Cuaca Ekstrem, dan Tanah Longsor.
“Keputusan ini diambil sebagai bentuk kewaspadaan struktural atas semakin seringnya bencana terjadi di Kota Sukabumi,” tegas Suhendar.
Selain itu, BPBD mengimbau masyarakat agar tetap siaga menghadapi potensi bencana, terutama di musim hujan yang disertai curah hujan tinggi. Edukasi kebencanaan dan pelaporan dini oleh warga dinilai sebagai faktor penting dalam penanganan yang efektif.
“Kami mengajak masyarakat lebih proaktif dalam melaporkan potensi bencana dan tidak lengah terhadap ancaman cuaca ekstrem, banjir, serta longsor—yang kami istilahkan sebagai Cuek Balong,” pungkasnya. (Ky)