SUKABUMI – Seratus hari pertama masa kepemimpinan Wali Kota Sukabumi Ayep Zaki dan Wakil Wali Kota Bobby Maulana menuai kritik tajam dari kalangan mahasiswa. Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Sukabumi Raya menyebut duet kepala daerah baru ini justru memperburuk tata kelola pemerintahan dan menciptakan kegaduhan birokrasi.
Evaluasi keras tersebut disampaikan GMNI dalam aksi demonstrasi yang digelar di depan Balai Kota Sukabumi, Rabu (04/06/25). Dalam orasinya, massa GMNI menuding terjadi darurat korupsi di tubuh birokrasi Kota Sukabumi, dengan indikasi kuat adanya praktik cacat hukum, konflik kepentingan, hingga dominasi loyalis yang tidak mencerminkan semangat reformasi birokrasi.
“Banyak kebijakan struktural dilakukan secara ilegal, tidak akuntabel, dan mengabaikan prinsip meritokrasi. Ini darurat,” tegas Ketua DPC GMNI Sukabumi Raya, Aris Gunawan, di sela aksi.
BACA JUGA: Tiga Pelaku Pengeroyokan Tukang Parkir di Sukabumi Indah Plaza Berhasil Ditangkap
Salah satu sorotan utama adalah pembentukan Tim Komunikasi Percepatan Pembangunan yang dibentuk melalui SK Wali Kota No. 188.45/43-BAPPEDA/2025. GMNI menilai pembentukan tim ini tidak memiliki dasar hukum yang jelas, tidak melalui proses seleksi terbuka, serta melibatkan tenaga non-ASN, yang menurut mereka melanggar UU ASN dan prinsip kepegawaian.
GMNI juga menyoroti adanya penunjukan eks narapidana dalam jabatan penting di pemerintahan serta kasus rangkap jabatan yang dianggap mencederai prinsip good governance dan tata kelola yang sehat.
“Satu orang memegang tiga jabatan: Dewan Pengawas RSUD, Dewan Pengawas PDAM, dan Ketua Tim Percepatan Pembangunan. Ini miris, bukan soal viral di media, tapi substansi demokrasi yang hari ini dikangkangi,” ujar Aris.
Pihaknya bahkan secara tegas mendesak pencopotan Direktur RSUD R. Syamsudin, SH, yang disebut juga merangkap sebagai Wakil Direktur Keuangan. GMNI menduga ada potensi kerugian negara hingga Rp9,1 miliar dari jabatan rangkap tersebut.
BACA JUGA: Jelang Idul Adha, Pemkot Sukabumi Operasi Pasar Bersubsidi Tekan Lonjakan Inflasi
“RSUD bukan tempat bereksperimen manajerial. Jabatan rangkap ini penuh risiko dan tidak transparan,” tambahnya.
Situasi serupa, lanjut GMNI, juga ditemukan di sejumlah BUMD yang dinilai menjadi ruang nyaman bagi kroni, jauh dari pelayanan publik yang profesional.
- Mencabut dan membatalkan SK Tim Percepatan Pembangunan
- Mencopot pejabat yang terindikasi konflik kepentingan dan nepotisme
- Menyediakan informasi publik secara transparan
- Menghentikan politik balas jasa dan penempatan loyalis dalam jabatan struktural
- Mengevaluasi dan mengganti direksi BUMD bermasalah
- Melakukan reformasi birokrasi sesuai Grand Design Nasional
- Mengembalikan prinsip meritokrasi dalam ASN
- Membuka akses informasi publik seluas-luasnya
GMNI memberi ultimatum 1×24 jam kepada Wali Kota Sukabumi untuk merespons tuntutan tersebut. Bila tidak diindahkan, mereka mengancam akan mengerahkan massa lebih besar dalam aksi lanjutan.
“Ini bukan serangan personal, tapi upaya menyelamatkan Kota Sukabumi dari cengkeraman elite dan kepentingan sempit. Kota ini milik rakyat, bukan milik kelompok tertentu,” pungkasnya. (Ky)