Berita SukabumiKota Sukabumi

GMNI Sukabumi Raya: Pemeriksaan BPK Jangan Jadi Legitimasi Formal Atas Kebobrokan APBD Kota Sukabumi

×

GMNI Sukabumi Raya: Pemeriksaan BPK Jangan Jadi Legitimasi Formal Atas Kebobrokan APBD Kota Sukabumi

Sebarkan artikel ini
Ketua GMNI Sukabumi Raya, Aris Gunawan saat berorasi

SUKABUMIKU.id – Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Sukabumi Tahun 2024 menuai sorotan tajam dari Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Sukabumi Raya.

Organisasi mahasiswa ini menolak audit BPK dijadikan sekadar ritual legal-formal tanpa dampak substantif terhadap pembenahan tata kelola anggaran.

Ketua GMNI Sukabumi Raya, Aris Gunawan, menilai audit BPK kerap hanya berujung pada predikat “wajar tanpa pengecualian” (WTP), tanpa menyentuh persoalan mendasar ketimpangan dan ketidakadilan anggaran.

“Predikat WTP seringkali menjadi pemanis semu, sementara substansi keadilan anggaran justru dikhianati,” ujar Aris, Selasa (13/05/2025).

Ia menekankan bahwa GMNI tidak menaruh harapan besar pada sekadar temuan administratif. Pihaknya mendesak agar BPK berani membongkar secara terang benderang siapa saja yang bermain dengan anggaran, siapa yang mendapat keuntungan politik, dan siapa yang menjadi korban dari kebijakan anggaran yang menyimpang.

“BPK harus sadar, peran konstitusionalnya bukan memperhalus laporan keuangan, tapi membongkar praktik korupsi terselubung—mulai dari proyek siluman, mark-up, hingga belanja tak berdampak. Transparansi dan objektivitas dalam mengungkap potensi kerugian negara di Kota Sukabumi adalah keharusan, bukan pilihan politik,” tegas Aris.

GMNI juga menyoroti peran legislatif. Menurut Aris, jika BPK tunduk pada kepentingan elite lokal, maka ia akan berubah menjadi bagian dari “rezim akuntansi kekuasaan” yang jauh dari pemberdayaan rakyat. GMNI pun menagih komitmen Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Sukabumi.

“Dulu DPRD pernah menyatakan akan bersama rakyat dan GMNI dalam pemberantasan korupsi. Sekarang saatnya diuji. Apakah DPRD hanya sekadar ‘tukang stempel anggaran’, atau benar-benar menjalankan fungsi kontrol sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 149 UU No. 23 Tahun 2014?” tanyanya.

Aris melanjutkan, fungsi pengawasan bukan hanya soal kehadiran dalam rapat, tetapi membongkar struktur permainan anggaran yang kerap dilapisi jargon pembangunan. Jika DPRD memilih diam, maka itu adalah tanda kooptasi kekuasaan legislatif oleh logika oligarki lokal.

GMNI Sukabumi Raya mendesak DPRD untuk:

Mengumumkan secara terbuka proses tindak lanjut temuan BPK.

Melibatkan masyarakat sipil dalam rapat-rapat evaluasi dan pengawasan anggaran.

Tak hanya itu, GMNI juga menyerukan pembentukan Panitia Khusus (Pansus) apabila ditemukan indikasi kuat penyimpangan anggaran.

“Komitmen Pemkot menaikkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan memberantas korupsi akan kami nilai bukan dari pidato, tapi dari tindakan konkret. Apakah Pemkot berani mengevaluasi dan mencopot pejabat yang bermain dengan anggaran, atau justru menutupinya dengan alasan politis?” ucapnya.

Jika Pemkot memilih bungkam, lanjut Aris, maka rakyat berhak menyimpulkan bahwa kenaikan PAD hanya kedok dari eksploitasi anggaran yang diselewengkan.

“GMNI menolak keras segala bentuk perlindungan terhadap pejabat yang bermain di balik proyek korup. Bagi kami, pengawasan anggaran bukan sekadar prosedur teknis, tetapi bagian dari perjuangan ideologis melawan korupsi sistemik, birokrasi anti-rakyat, dan elitisme lokal yang terus memperparah ketimpangan,” tegasnya. (Ky)