Berita UtamaKabupaten Sukabumi

Janji Relokasi Korban Pergerakan Tanah Belum Ditepati: Tunggu ada yang Mati?

×

Janji Relokasi Korban Pergerakan Tanah Belum Ditepati: Tunggu ada yang Mati?

Sebarkan artikel ini

SUKABUMI — Spanduk bernada protes dipasang warga korban terdampak bencana pergerakan tanah di Kecamatan Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi. Melalui media spanduk, warga bertanya apakah relokasi baru akan dilakukan setelah ada korban jiwa alias mati terlebih dahulu.

Spanduk itu dipasang di rumah yang hampir hancur karena terdampak pergerakan tanah di Kampung Gempol, Desa Cikadu. Bencana pergerakan tanah terjadi pada Desember 2024.

“Kapan Kami Direlokasi? Apa Nunggu yang Mati Dulu?” dikutip dari tulisan yang tertera di spanduk yang dipasang warga Kampung Gempol.

Baca Juga: Pemagaran Lapdek Rp650 Juta Disorot, Pemkot Sukabumi Kurang Kerjaan?

Ketua Posko Bencana 2024 Kampung Gempol, Hasim, menegaskan urgensi penanganan pasca bencana di kampungnya. Pergerakan tanah membuat bangunan rumah di kampungnya menjadi tidak layak huni bahkan membahayakan.

“Rumah-rumah ini jelas tidak layak huni. Warga bertahan karena tidak ada kepastian relokasi. Ini sangat berbahaya dan bisa memakan korban,” tegasnya.

Warga berharap pemerintah daerah dan instansi terkait segera memberikan kejelasan dan tindakan nyata terkait rencana relokasi permanen, sebelum ancaman bencana susulan mengakibatkan korban jiwa. Hingga saat ini, warga masih terus menunggu realisasi janji tersebut sambil hidup dalam bayang-bayang bahaya di kampung mereka sendiri.

Baca Juga: Catat! Bupati Asjap Pastikan Stok Pangan Aman Hingga Maret

Salah seorang warga terdampak, Yeni, mengungkapkan kondisi rumahnya yang mengkhawatirkan. “Kalau hujan, kami hampir tidak bisa tidur. Takut rumahnya ambruk,” ujarnya pada Sabtu (20/12/2025).

Ia terpaksa tinggal bersama suami, dua anak, dan cucunya di rumah dengan dinding retak dan struktur yang miring. Kekhawatiran ini membuat salah satu cucunya terpaksa dibawa ke tempat lain oleh sang ayah.

Warga sempat mendapat janji bantuan biaya sewa kontrakan sebesar Rp600.000 per bulan sebagai tempat tinggal sementara. Namun, bantuan tersebut tidak berjalan konsisten.

“Kalau harus ngontrak terus, kami tidak kuat biayanya. Mau tidak mau, kami tinggal di sini,” kata Yeni. Akibatnya, keluarganya kembali ke rumah yang rusak parah dan berusaha memperbaiki lantai seadanya.