SUKABUMI – Kisah inspiratif dan ironis datang dari Sudiro, seorang pria kelahiran Temanggung yang berhasil mewujudkan mimpinya membangun pesawat terbang ringan bernama Aerotex X1.
Namun, di balik keberhasilannya yang gemilang, terdapat satu batasan yang menarik perhatian, di mana Sudiro tidak diizinkan untuk menerbangkan hasil karyanya sendiri.
Larangan ini bukan tanpa alasan, melainkan karena hanya pilot terverifikasi dan berlisensi yang diizinkan mengoperasikan pesawat terbang, terlepas dari siapa pembuatnya.
Baca Juga : Menjelang Libur Sekolah, Wisata Cakrawala Sukabumi Jadi Pilihan Favorit Keluarga
Aerotex X1 adalah bukti nyata dari tekad, keberanian, dan inovasi Sudiro. Pesawat ultralight ini dibangun dengan cermat menggunakan bahan-bahan lokal yang dipilih dengan teliti.
Biaya yang dibutuhkan untuk membangun satu unit Aerotex X1 berkisar antara Rp 150 juta hingga Rp 200 juta. Proses perakitannya pun membutuhkan waktu yang tidak singkat, yaitu sekitar 9 hingga 10 bulan, mencerminkan ketelitian dan dedikasi tinggi dalam setiap tahap pengerjaannya.
Untuk sektor tenaga, Sudiro mengandalkan mesin Rotax 447 buatan Austria. Mesin ini, yang diproduksi pada era 1980-an, diperoleh Sudiro dari para pemilik paramotor.
Baca Juga : Pesona Curug Cijalu, Kedamaian di Air Terjun di Perbatasan Subang dan Purwakarta
Timnya kemudian melakukan modifikasi signifikan pada sistem pengapian, mengubahnya dari sistem platinum ke CDI atau Capacitor Discharge Ignition untuk performa yang lebih optimal.
Bagian sayap pesawat terbuat dari rangka ringan yang kemudian dilapisi dengan kain poliester yang kuat. Setelah itu, sayap dicat dan dijahit dengan rapi oleh tim Sudiro. Dalam proses pengerjaan dan penyempurnaan pesawat ini, Sudiro tidak bekerja sendiri.
Ia dibantu oleh keponakannya, David Ahmad Abid, serta melibatkan para ahli dalam bidang aeromodeling dan bengkel mekanik, menunjukkan adanya kolaborasi dan keahlian lintas bidang.
Baca Juga : Kisah Heri Kristianto Mantan Tenaga Honorer yang Jadi Pengusaha Miniatur Truk Beromzet Puluhan Juta
Berbeda dengan pesawat pada umumnya yang menggunakan avtur, Aerotex X1 dirancang untuk menggunakan bahan bakar Pertamax.
Bahan bakar disimpan dalam jeriken berkapasitas 24 liter yang ditempatkan di belakang kursi pilot. Pesawat ultralight ini sangat cocok untuk penerbangan ketinggian rendah, dengan batas ketinggian hingga 700 kaki atau sekitar 213 meter di atas permukaan tanah.
Aerotex X1 digambarkan sebagai pesawat yang efisien dalam konsumsi bahan bakar, aman, nyaman, dan mudah dikendalikan.
Potensi pemanfaatannya pun cukup beragam, tidak hanya sebagai sarana olahraga udara, tetapi juga dapat digunakan untuk berbagai keperluan lain seperti pemantauan udara, pengawasan wilayah, dan penyemprotan pupuk atau pestisida pada lahan pertanian, yang bisa sangat membantu sektor agrikultura.
Kisah Sudiro ini menyoroti semangat inovasi dan kreativitas anak bangsa, sekaligus mengingatkan akan pentingnya regulasi keselamatan dalam dunia penerbangan.
Meskipun ia tidak dapat menerbangkan langsung karyanya, kontribusinya dalam dunia aviasi ringan di Indonesia patut diacungi jempol.(Sei)