SUKABUMI – Bencana alam seperti longsor dan banjir bandang kerap dipahami semata-mata sebagai peristiwa alam. Curah hujan tinggi, kondisi geografis, dan kerusakan lingkungan sering dijadikan penjelasan utama. Namun dalam pandangan Islam, bencana tidak hanya berdimensi fisik, melainkan juga memiliki makna spiritual sebagai peringatan dari Allah.
Allah Ta’ala mengingatkan dalam Al-Qur’an agar manusia takut terhadap fitnah dan azab yang tidak hanya menimpa orang-orang zalim, tetapi bisa mengenai seluruh masyarakat apabila kemungkaran dibiarkan merajalela.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun telah memperingatkan umatnya tentang tanda-tanda datangnya musibah besar. Di antaranya adalah munculnya berbagai bentuk kemaksiatan yang dianggap biasa, hiburan yang melalaikan, serta manusia yang semakin jauh dari mengingat Allah.
Baca Juga : Ramuan Obat Kuat Pria Ala Sukabumi: Telur Bebek Madu dan Susu Beruang
Ketika nilai-nilai agama ditinggalkan, amar ma’ruf nahi munkar melemah, dan kemaksiatan dilakukan secara terbuka, maka azab Allah bisa turun dalam bentuk yang tidak disangka-sangka. Bencana seperti longsor, banjir bandang, gempa bumi, hingga tanah yang merekah dan menelan rumah-rumah dapat menjadi bagian dari peringatan tersebut.
Musibah semacam ini tidak selalu menimpa pelaku dosa secara langsung saja. Anak-anak, orang saleh, bahkan lingkungan sekitar dapat ikut terdampak. Bukan karena Allah zalim, melainkan karena peringatan-Nya diabaikan dan dosa dilakukan secara kolektif tanpa ada upaya mencegahnya.
Hari ini, kita menyaksikan bagaimana kerusakan moral berjalan seiring dengan kerusakan alam. Ketika manusia sibuk mengejar hiburan, melalaikan ibadah, menghalalkan yang haram, serta mengabaikan amanah menjaga bumi, maka keseimbangan pun rusak. Dari situlah datang bencana demi bencana, termasuk longsor dan banjir bandang yang merenggut harta bahkan nyawa.
Baca Juga : Ramuan Obat Kuat Stamina Pria dengan Akar dan Buah Pinang
Namun Islam tidak mengajarkan keputusasaan. Setiap bencana adalah peringatan sekaligus ajakan untuk kembali. Kembali kepada Allah dengan taubat, memperbaiki iman, meninggalkan kemaksiatan, dan menegakkan nilai-nilai kebaikan dalam kehidupan pribadi maupun sosial.
Dengan muhasabah dan perbaikan diri, semoga musibah yang terjadi menjadi jalan keselamatan, bukan awal dari azab yang lebih besar. Karena sejatinya, keselamatan sebuah negeri bukan hanya ditentukan oleh kekuatan fisik dan teknologi, tetapi oleh ketaatan penduduknya kepada Allah.(SE)

