FeaturedSosok

Vape Etomidate dan Dilema Hukum Pidana: Antara Pemidanaan dan Rehabilitasi

×

Vape Etomidate dan Dilema Hukum Pidana: Antara Pemidanaan dan Rehabilitasi

Sebarkan artikel ini
Dr. Padlilah, S.H., M.H, (Advokat dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Nusa Putra)

Oleh: Dr. Padlilah, S.H., M.H.
(Advokat dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Nusa Putra)

Perkembangan teknologi rokok elektrik atau vape tidak hanya membawa perubahan gaya hidup, tetapi juga menghadirkan persoalan hukum baru. Salah satu fenomena yang kini menjadi perhatian serius adalah penyalahgunaan cairan vape yang mengandung Etomidate, zat yang awalnya dikenal sebagai obat anestesi dalam dunia medis. Ketika Etomidate kemudian ditetapkan sebagai narkotika melalui regulasi pemerintah, muncul pertanyaan mendasar: bagaimana seharusnya hukum pidana memperlakukan para penggunanya?

Dalam konteks hukum Indonesia, isu ini tidak sesederhana memidanakan pengguna. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika memang menempatkan peredaran narkotika sebagai kejahatan serius. Namun, di sisi lain, undang-undang yang sama juga menegaskan bahwa penyalahguna narkotika pada dasarnya adalah individu yang wajib direhabilitasi, bukan semata-mata dipenjara.

Etomidate sendiri tidak sejak awal tercantum dalam daftar narkotika sebagaimana diatur dalam lampiran Undang-Undang Narkotika. Artinya, sebelum ada penetapan resmi melalui peraturan perundang-undangan, penyalahgunaan Etomidate tidak dapat serta-merta dikenakan sanksi pidana narkotika. Prinsip ini sejalan dengan asas legalitas dalam hukum pidana, yakni tidak ada perbuatan yang dapat dipidana tanpa aturan hukum yang mengaturnya terlebih dahulu.

Baca Juga: Siti Holijah Harahap Resmi Pimpin Kejari Kota Sukabumi

Namun, setelah Etomidate secara resmi ditetapkan sebagai bagian dari golongan narkotika melalui regulasi kesehatan, maka zat ini sah menjadi objek pengawasan dan penindakan dalam rezim hukum narkotika. Sejak titik inilah, penggunaan Etomidate di luar kepentingan medis, termasuk melalui media vape, masuk dalam kategori penyalahgunaan narkotika.

Bagi pengguna vape yang mengandung Etomidate dan menggunakannya untuk diri sendiri, konstruksi hukum yang relevan adalah sebagai penyalahguna narkotika. Pasal 127 Undang-Undang Narkotika memang membuka ruang pemidanaan, namun pasal ini tidak dapat dibaca secara terpisah. Hakim diwajibkan memperhatikan ketentuan lain yang menekankan rehabilitasi, seperti Pasal 54 dan Pasal 103, yang secara tegas menyebutkan kewajiban rehabilitasi medis dan sosial bagi pecandu dan penyalahguna narkotika.

Pendekatan ini diperkuat melalui Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2010 yang mengarahkan peradilan untuk menempatkan pengguna narkotika sebagai korban penyalahgunaan, bukan sebagai pelaku kejahatan murni. Dengan kerangka ini, pengguna vape Etomidate tidak seharusnya otomatis diposisikan setara dengan bandar atau pengedar narkotika.

Baca Juga: Innalillahi! 16 Rumah Hanyut Diterjang Luapan Sungai Cidadap di Simpenan Sukabumi

Dalam perspektif kebijakan hukum pidana modern, rehabilitasi merupakan solusi yang lebih proporsional dan manusiawi. Tujuan hukum pidana tidak semata-mata menghukum, tetapi juga memulihkan dan mencegah pengulangan tindak pidana. Penjara, dalam banyak kasus penyalahgunaan narkotika, justru tidak menyelesaikan akar masalah dan berpotensi memperparah kondisi psikologis serta sosial pelaku.

Oleh karena itu, dalam menghadapi fenomena penyalahgunaan vape Etomidate, aparat penegak hukum perlu mengedepankan pendekatan yang seimbang antara kepastian hukum, keadilan, dan kemanusiaan. Penindakan tetap penting untuk memberikan efek jera, terutama terhadap jaringan peredaran, namun bagi pengguna, rehabilitasi harus menjadi pilihan utama.

Di luar aspek penegakan hukum, pemerintah dan masyarakat juga memiliki tanggung jawab besar dalam melakukan edukasi dan sosialisasi. Penggunaan vape sering kali dipersepsikan sebagai gaya hidup modern yang relatif aman, padahal dapat menjadi pintu masuk penyalahgunaan zat berbahaya dengan konsekuensi hukum yang serius.

Kasus Etomidate dalam vape menjadi cermin bahwa hukum harus selalu adaptif terhadap perkembangan zaman. Tanpa pendekatan yang tepat, penegakan hukum justru berpotensi melenceng dari tujuan utamanya, yakni melindungi masyarakat dan menegakkan keadilan secara bermartabat.