BANDUNG – Lembaga Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Barat menyuarakan peringatan serius tentang potensi bencana ekologis skala besar di provinsi tersebut. Direktur Eksekutif Walhi Jabar, Wahyudin Iwang, menyebutkan bencana seperti banjir bandang dan longsor dengan skala mirip Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat sangat mungkin terjadi, bahkan berpotensi lebih parah.
Dilansir dari CNN, Wahyudin menegaskan bahwa Jabar adalah provinsi dengan kerentanan bencana tinggi, yang meliputi tsunami, gunung berapi, banjir bandang, hingga tanah amblas, dengan pemicu utama adalah kerusakan lingkungan yang masif.
“Bencana ekologis tersebut sangat mungkin bisa terjadi serupa di Jawa Barat, bahkan alam bisa lebih dari itu untuk mengingatkan kita semua,” kata Wahyudin dalam keterangan pers, Selasa (2/12).
Baca Juga: BMKG: Dua Sirkulasi Siklonik Picu Gelombang Tinggi hingga 4 Meter, Rabu 3 Desember 2025
Walhi mengkritik keras pemerintah pusat dan daerah yang dinilai hampir tidak melakukan upaya pencegahan dan pemulihan lingkungan yang memadai. Sejumlah data disodorkan, termasuk 54 izin usaha pertambangan yang telah habis pada 2023 namun tidak ditertibkan, serta 176 titik pertambangan ilegal yang teridentifikasi pada 2024. Kabupaten Sumedang dan Tasikmalaya mencatat titik tertinggi, masing-masing 48 titik.
Masalah utama lainnya adalah penyusutan tutupan hutan yang mencapai 43% dari total kawasan hutan di Jabar dalam kurun 2023-2025. Kawasan di bawah pengelolaan Perum Perhutani, kawasan lindung, dan hutan produksi banyak yang telah beralih fungsi menjadi area tambang, wisata, properti, dan proyek geotermal.
Baca Juga: Satlantas Polres Sukabumi Hadirkan Layanan SIM Keliling Online di Pos Lantas Parungkuda
“Kawasan konservasi telah terus menyusut bahkan terdapat kegiatan bangunan di area konservasi, dan itu ironi sekali,” ucap Wahyudin.
Alih fungsi lahan juga terjadi secara masif di kawasan imbuhan, seperti sawah, yang daya serap airnya baik. Penyusutan area ini diduga mencapai 20 hektare per tahun, didorong oleh maraknya izin perumahan, industri, dan wisata.
Walhi menuding pemerintah ikut andil melegitimasi kerusakan dengan terus mengeluarkan izin-izin di kawasan penting, sementara 900 ribu hektare lahan kritis tidak direboisasi secara serius.
Menanggapi kondisi tersebut, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mengakui bahwa kerusakan hutan di Jabar telah mencapai 80 persen. “Jawa Barat kondisi hutan yang betul-betul masih hutan kan 20 persen lagi. 80 persen kan dalam keadaan rusak,” kata Dedi.
Ia mengumumkan bahwa pada Desember 2025, Pemprov Jabar akan memulai penanganan kerusakan hutan dengan melibatkan masyarakat. Rencananya, setiap hektare hutan akan dikelola oleh dua warga yang bertugas menanam dan merawat pohon dengan upah Rp50.000 per hari. Jenis pohon yang ditanam akan dipadukan antara pohon hutan yang dilindungi dan pohon produktif seperti pete, jengkol, dan nangka.
“Mereka mendapat upah dalam setiap hari distandarkan oleh saya, Rp50 ribu. Itu lebih mahal dibanding upah nyangkul di daerah tertentu yang hanya Rp30 ribu. Kenapa harganya Rp50 ribu? Agar banyak rakyat yang dilibatkan,” tuturnya.

