SUKABUMIKU.id – Aktivitas penambangan batu kars yang dilakukan oleh PT Mineral Bumi Harmoni (MBH) di Karang Numpang, Desa Cikujang, Kecamatan Gunungguruh, Kabupaten Sukabumi, menuai protes keras dari warga sekitar dan komunitas pecinta alam. Lokasi yang sebelumnya menjadi tempat favorit untuk berkemah dan menikmati keindahan alam kini telah berubah drastis akibat eksplorasi dan penambangan.
Atuy (29), warga Kampung Legoknyenang, mengungkapkan kekecewaannya. “Dulu banyak yang datang ke Karang Numpang untuk menikmati alam, berkemah, dan berkumpul dengan keluarga. Sekarang semua berubah setelah tambang ini beroperasi,” keluhnya kepada Radar Sukabumi (29/01). Keindahan alam dan udara sejuk yang menjadi daya tarik Karang Numpang kini telah tergantikan oleh aktivitas tambang.
Selain kehilangan ruang wisata, warga juga mengkhawatirkan dampak lingkungan yang ditimbulkan, seperti kerusakan ekosistem, polusi, dan penurunan cadangan air. Kekhawatiran ini diperparah dengan lokasi tambang yang berada di atas pemukiman warga Kampung Legok Nyenang.
Para pecinta alam juga turut menyuarakan protes. Karang Numpang yang dulunya dianggap sebagai simbol keindahan alam dan kesadaran lingkungan Sukabumi kini tak lagi dapat diakses. Seorang pecinta alam mengungkapkan kesedihannya, “Informasi tentang Karang Numpang ini kabar buruk bagi yang suka camping. Akses ke puncak sudah tidak bisa ditempuh karena jalurnya digunakan untuk tambang.” Ia mengenang Karang Numpang sebagai lokasi berkemah dengan pemandangan 360 derajat yang spektakuler, mencakup Gunung Gede, Cianjur, Lembursitu Kota Sukabumi, hingga Gunung Salak.
Meskipun kapasitasnya terbatas, hanya cukup untuk dua tenda, Karang Numpang tetap menjadi favorit karena keindahannya yang setara dengan Puncak Peuyeum di Ciengang, Gegerbitung. Kini, akses ke lokasi tersebut telah ditutup akibat aktivitas tambang.
Asep Mubarok, anggota BPD Desa Cikujang, juga menyayangkan situasi ini. Sebagai putra asli Kampung Legok Nyenang, ia mengaku tidak pernah dilibatkan dalam pembahasan terkait aktivitas tambang PT MBH. “Sebagai anggota BPD, sejak awal PT MBH beroperasi, saya sama sekali tidak dilibatkan dan tidak mengetahui detail persoalan tambang tersebut,” ungkapnya. Ia juga mempertanyakan transparansi terkait program CSR dan kontribusi PT MBH terhadap PADes.
Sementara itu, Rian, seorang pekerja PT MBH, mengaku tidak mengetahui persis terkait protes warga dan pecinta alam. Ia berjanji akan melaporkan hal tersebut kepada pimpinan.
Warga dan komunitas pecinta alam berharap pemerintah segera meninjau ulang izin operasional tambang PT MBH dan mengembalikan fungsi Karang Numpang sebagai ruang publik untuk rekreasi dan pelestarian lingkungan. Mereka mendesak agar ada solusi yang konkret dan transparan untuk mengatasi polemik ini. (mrf/*)