SUKABUMIKU.id – Wali Kota Sukabumi, H. Ayep Zaki, angkat bicara soal program wakaf yang kini tengah dikelola melalui Lembaga Wakaf Doa Bangsa, sebuah nadzir wakaf atau badan hukum yang bertanggung jawab mengelola dan memelihara harta wakaf.
Ayep menegaskan, program ini dijalankan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI).
“Wakaf sudah diatur secara hukum. Bahkan, MUI sudah mengeluarkan fatwanya sejak tahun 2002. Jadi sudah jelas payung hukumnya. Kalau pun ada penyimpangan satu rupiah saja, itu sudah masuk ranah pidana,” ujar Ayep Zaki dalam pernyataannya.
Menurutnya, siapa pun bisa menjadi nadzir wakaf, asalkan memenuhi syarat. Namun, saat ini Lembaga Wakaf Doa Bangsa menjadi satu-satunya yang telah memiliki izin operasional dan terbukti secara administrasi.
“Siapa saja boleh menjadi nadzir. Tapi yang sudah mengantongi izin dan terbukti saat ini adalah Doa Bangsa. Dan untuk mensosialisasikan wakaf ini, nanti akan ada petugas dari Direktorat Wakaf yang akan hadir di Sukabumi,” jelasnya.
Ayep menyampaikan, Pemkot akan segera mengundang pihak terkait untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat agar tidak salah persepsi soal wakaf.
“Jangan sampai teriak-teriak soal wakaf tapi tidak memahami aturannya. Literasi wakaf ini penting,” ujarnya.
Wali Kota juga membuka pintu selebar-lebarnya bagi masyarakat yang ingin mengetahui lebih jauh tentang wakaf, namun diharapkan datang melalui perwakilan dan dalam jumlah terbatas untuk efektivitas diskusi.
“Rumah dinas saya terbuka untuk siapa pun yang ingin tahu soal wakaf. Silakan datang, kita diskusi. Tapi jangan berbondong-bondong, cukup perwakilan,” imbuhnya.
Ayep menegaskan kembali bahwa wakaf adalah amal yang sangat bermanfaat dan sifatnya sukarela. Tidak ada paksaan atau batasan jumlah bagi masyarakat yang ingin berwakaf.
“Wakaf ini tidak dipaksa. Tidak ada jumlah tertentu, sifatnya sukarela. Kalau ikhlas silakan, kalau tidak ya jangan. Ini murni ibadah,” tegasnya.
Ia juga mengingatkan bahwa fatwa wakaf uang yang dikeluarkan MUI pada 2002 didukung oleh seluruh organisasi masyarakat Islam, termasuk Muhammadiyah, NU, dan PUI, yang saat itu menjadi bagian dari MUI.
“Fatwa ini disepakati semua ormas Islam besar. Bahkan, Muhammadiyah sangat paham sejarah lahirnya UU Wakaf karena mereka ikut mendorong bersama NU,” jelasnya.
Wali Kota juga menekankan bahwa seluruh proses kerja sama Pemkot dengan Lembaga Wakaf Doa Bangsa dilakukan dengan konsultasi kepada Badan Wakaf Indonesia (BWI).
“Sebelum ada MOU, kami konsultasi dulu ke BWI. Tidak langsung buat kerja sama begitu saja. Semua atas arahan dan petunjuk dari BWI,” katanya.
Terkait transparansi, Ayep menyatakan bahwa lembaga nadzir yang bekerja sama dengan Pemkot sudah menunjukkan akuntabilitasnya secara terbuka melalui website dan pelaporan rutin.
“Doa Bangsa ini salah satu nadzir terbaik. Terbuka, transparan, dan bisa dilihat siapa saja. Sudah berjalan lebih dari satu tahun,” pungkasnya.
Wali Kota juga menyambut baik bila ada pihak lain yang ingin menjadi nadzir. Menurutnya, semakin banyak nadzir justru semakin baik.
“Kalau ada yang ingin jadi nadzir, silakan. Kita akan bantu dan bimbing. Tidak ada monopoli. Kita justru ingin semua terbuka dan akuntabel,” pungkasnya. (Ky)