SUKABUMIKU.id – Pemerintahan baru Kabupaten Sukabumi di bawah kepemimpinan Bupati dan Wakil Bupati terpilih akan menghadapi pekerjaan rumah (PR) besar di bidang agraria. Salah satu tantangan utama adalah memberantas praktik “tuan tanah baru” yang menguasai tanah negara bekas Hak Guna Usaha (HGU) secara ilegal. Hal ini menjadi sorotan mengingat banyaknya kasus ketimpangan kepemilikan tanah, tumpang tindih pengelolaan, dan konflik agraria yang belum terselesaikan.
Sebagai Ketua Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA), Bupati terpilih memiliki tanggung jawab untuk merumuskan kebijakan dan rencana aksi reforma agraria. Tujuannya adalah menata ulang pemilikan, penguasaan, dan penggunaan tanah, terutama tanah negara bekas HGU yang kerap menjadi sumber konflik.
Kasus-Kasus Agraria yang Menjadi Sorotan
Di Kabupaten Sukabumi, beberapa kasus agraria mencolok menjadi perhatian serius. Berikut di antaranya:
1. Penguasaan Tanah Negara Bekas HGU PT. Bumiloka Swakarya
Tanah seluas sekitar 200 hektare di Kecamatan Jampang Tengah yang seharusnya dikembalikan ke negara setelah habis masa HGU-nya pada 2016, kini dikuasai oleh pihak ketiga. Penguasaan ini tidak hanya merugikan negara, tetapi juga menghambat kepentingan masyarakat umum, terutama petani. Yang lebih memprihatinkan, pengusaha yang mengklaim tanah tersebut diduga memiliki “bekingan” kuat, sehingga upaya penyelesaiannya menjadi semakin rumit.
2. Eks HGU PT. Nagawarna di Desa Lengkong
HGU PT. Nagawarna telah habis pada 2012, namun tanah tersebut kini diklaim oleh pengusaha pertanian yang mengaku telah mengakuisisi perusahaan. Padahal, tanah bekas HGU adalah tanah negara dan tidak boleh diperjualbelikan. Klaim sepihak ini dinilai menyesatkan publik dan mengabaikan hak negara serta masyarakat.
3. Tanah Negara Bekas HGU PT. Sugih Mukti di Warungkiara
Masa HGU PT. Sugih Mukti berakhir pada 1998, namun beredar surat pelepasan hak dari bekas pemegang HGU kepada pihak tertentu. Padahal, status tanah tersebut sudah kembali menjadi tanah negara. Pola serupa terlihat di banyak kasus lain, di mana tanah negara bekas HGU diambil alih oleh pihak ketiga tanpa dasar hukum yang jelas.
Fenomena Tuan Tanah Baru dan Ancaman bagi Petani
Fenomena munculnya “tuan tanah baru” di atas tanah negara bekas HGU menjadi masalah serius. Tanah bekas HGU seharusnya menjadi hak semua warga negara, terutama petani yang telah menggarap lahan tersebut secara berturut-turut dengan itikad baik. Namun, faktanya, pihak-pihak tertentu merasa berkuasa untuk mengatur pemanfaatan tanah tersebut, bahkan melarang petani menggarap lahan yang seharusnya menjadi hak mereka.
Menurut Arif Maulana A, Ketua Panitia Pelaksana GTRA, “Tanah bekas HGU itu adalah tanah negara, setiap warga memiliki hak yang sama untuk memohon lahan tersebut. Faktanya saat ini, pihak yang mengklaim tanah tersebut seolah-olah menganggap tanah itu adalah miliknya, mereka merasa berkuasa untuk melarang petani, mengatur pemanfaatan tanahnya, padahal itu tugas negara melalui BPN.”
Tantangan bagi Pemerintahan Baru
Bupati dan Wakil Bupati terpilih diharapkan mampu mengambil langkah tegas untuk menyelesaikan masalah agraria ini. Beberapa langkah yang dapat dilakukan antara lain:
1. Inventarisasi dan Verifikasi Tanah Bekas HGU – Memastikan status tanah bekas HGU yang telah habis masa berlakunya dan mengembalikannya ke negara.
2. Penegakan Hukum – Mengusut tuntas pihak-pihak yang menguasai tanah negara secara ilegal dan memberikan sanksi tegas.
3. Redistribusi Tanah kepada Petani – Memprioritaskan petani yang telah menggarap lahan secara berturut-turut untuk mendapatkan hak atas tanah.
4. Transparansi dan Kolaborasi – Melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk masyarakat sipil, dalam proses reforma agraria.
Dukungan dari Pemangku Kepentingan
M. Loka Tresnawijaya, Anggota DPRD Kabupaten Sukabumi, menyatakan dukungan penuh terhadap upaya penyelesaian masalah agraria. “DPRD siap mendukung segala upaya dalam membumikan literasi di Kabupaten Sukabumi, termasuk dalam menyelesaikan masalah agraria yang merugikan rakyat,” tegasnya.
Sementara itu, Aisah, Kepala Dinas Arsip dan Perpustakaan Kabupaten Sukabumi, menekankan pentingnya peran TBM dalam meningkatkan budaya literasi masyarakat. “Dengan dilaksanakannya pengukuhan dan rapat kerja ini, FTBM Kabupaten Sukabumi menunjukkan komitmennya untuk bergerak cepat dalam menyusun program kerja, termasuk dalam menyelesaikan masalah agraria,” ujarnya.
Harapan Masyarakat
Masyarakat Sukabumi berharap pemerintahan baru dapat bersikap tegas dan berani dalam memberantas praktik-praktik tuan tanah baru. Tanah adalah sumber kehidupan bagi petani dan masyarakat kecil. Jika tanah negara bekas HGU dapat dikelola dengan baik dan didistribusikan secara adil, hal ini akan membawa dampak positif bagi kesejahteraan masyarakat dan pembangunan daerah.
Pemerintahan baru diharapkan tidak hanya sekadar menjalankan tugas administratif, tetapi juga menjadi garda terdepan dalam melindungi hak-hak rakyat, terutama petani, dari ancaman ketidakadilan agraria. Reforma agraria bukan hanya tentang tanah, tetapi juga tentang keadilan dan kesejahteraan rakyat. ( Mrf/*)