Sejarah

Jejak Kampung Adat di Kabandungan Sukabumi: Warisan Sunda di Kaki Gunung Halimun Salak

×

Jejak Kampung Adat di Kabandungan Sukabumi: Warisan Sunda di Kaki Gunung Halimun Salak

Sebarkan artikel ini
Jejak Kampung Adat di Kabandungan Sukabumi: Warisan Sunda di Kaki Gunung Halimun Salak
Foto Kampung Adat di Kabandungan Sukabumi / FB

SUKABUMIKU.id  – Di tengah lereng Gunung Halimun Salak Sukabumi, pada ketinggian sekitar 800 meter di atas permukaan laut, tersembunyi kampung-kampung adat yang masih bertahan menjaga tradisi leluhur Sunda.

Kampung-kampung ini berada di Desa Cihamerang dan Desa Cipeuteuy, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.

Meski kurang dikenal seperti Kasepuhan Ciptagelar, kampung-kampung adat ini memiliki akar yang sama dan tetap setia pada nilai-nilai budaya Sunda kuno.

Jejak Kabuyutan Sunda Kuno

Keberadaan kampung adat di Kabandungan tak lepas dari tradisi kabuyutan, yaitu sistem permukiman adat yang berkembang pada masa Kerajaan Sunda Pajajaran. Tradisi ini juga melahirkan komunitas-komunitas adat lain seperti Kanekes (Baduy) di Banten dan Kampung Naga di Garut.

Beberapa kabuyutan bahkan telah hilang jejaknya, seperti Sanghyang Tapak di Cibadak, Sukabumi, yang kini hanya tersisa prasasti di sungai Cicatih dan disimpan di Museum Nasional.

Kampung Adat yang Menyatu dengan Masyarakat

Berbeda dari Ciptagelar atau Sirnaresmi, kampung adat di Kabandungan tidak terpusat dalam satu lokasi. Mereka sudah berbaur dengan masyarakat non-adat, dan status tanahnya telah menjadi hak milik pribadi, bukan tanah ulayat.

Hal ini menjadikan mereka lebih fleksibel dalam menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman, walau tetap menjaga beberapa tradisi utama seperti menanam padi sekali setahun dan ikut serta dalam ritual Seren Taun di Ciptagelar.

Data Populasi Kampung Adat Kabandungan

  • Kampung Pameungpeuk Legok (Desa Cihamerang): 135 KK
  • Kampung Cibeureum (Desa Cihamerang): 40 KK
  • Kampung Darmaga (Desa Cipeuteuy): 46 KK

Kampung-kampung ini berjarak sekitar 8 km dari Kantor Kecamatan Kabandungan dan bisa diakses dengan kendaraan roda empat. Dari pusat Kota Sukabumi, perjalanan menempuh sekitar 60 km.

Tradisi dan Kehidupan Sehari-hari

Walaupun tidak seketat komunitas adat lainnya, masyarakat kampung adat di Kabandungan tetap menghadiri Seren Taun, ritual tahunan untuk mengungkapkan rasa syukur atas hasil panen, khususnya padi. Tradisi menanam padi satu kali setahun masih dijaga, tetapi varietas yang ditanam kini sudah bervariasi, tidak lagi eksklusif pada varietas tradisional.

Kehidupan modern pun mulai menyentuh aspek arsitektur rumah. Jika rumah adat Sunda biasanya berupa rumah panggung dari bambu dan beratap rumbia, maka kini banyak rumah di kampung adat ini telah menggunakan semen, keramik, dan genting. Meski begitu, leuit (lumbung padi) masih digunakan, meskipun dalam jumlah terbatas.

Sebagian besar penduduk bertani dengan cara bermitra menggarap tanah milik Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS), karena keterbatasan lahan milik pribadi.

Menjaga Tradisi dalam Arus Perubahan

Kampung-kampung adat di Kabandungan menjadi contoh unik bagaimana sebuah komunitas adat bisa tetap bertahan dalam pusaran modernisasi. Mereka tidak sepenuhnya menutup diri, tapi tetap memegang akar adat dan budaya yang telah diwariskan turun-temurun.

Dalam upaya pelestarian budaya Sunda, keberadaan kampung adat seperti di Cihamerang dan Cipeuteuy ini perlu mendapat perhatian, terutama dalam bentuk pendokumentasian budaya, penguatan kelembagaan adat, dan dukungan dari pemerintah daerah serta masyarakat luas.

Mereka bukan hanya penjaga masa lalu, tetapi juga jembatan menuju masa depan yang tetap menghormati akar identitas.(Sei)