SUKABUMI – Kisah Dodi Romdani, mantan Kepala Desa Sukamulya, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, baru-baru ini viral dan menjadi perbincangan hangat di media sosial.
Dodi membuat keputusan mengejutkan dengan mengundurkan diri dari jabatannya sebagai kepala desa, dan memilih kembali bekerja sebagai Pekerja Migran Indonesia di Jepang.
Alasannya sederhana namun sangat realistis, yaitu gaji yang jauh lebih besar, bahkan mencapai 10 kali lipat dari penghasilan sebagai aparat desa.
Baca Juga : Curug Bibijilan Sukabumi, Pesona Air Terjun Berundak dengan Warna Toska di Tengah Hutan Pinus
Dodi Romdani bukanlah nama baru di dunia kerja migran. Sebelum menjabat sebagai kepala desa pada tahun 2019, ia sudah pernah bekerja di Jepang.
Pengalamannya di sana, khususnya di bidang pengelasan dan gas serta kemampuan membaca gambar konstruksi, membuatnya kembali mendapat tawaran menarik dari perusahaan di Jepang.
Tawaran ini datang di saat ia merasa kebutuhan keluarga semakin meningkat, terutama untuk biaya pendidikan anak-anaknya.
Baca Juga : Fina Farm Sukabumi Wisata Alam Rasa New Zealand dengan Berkuda hingga Camping Seru
Gaji kepala desa di Ciamis, yang disebut-sebut sekitar Rp3 juta per bulan, dirasa tidak lagi mencukupi untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
“Anak semakin besar, butuh biaya juga,” ungkap Dodi, seperti dilansir oleh beberapa media. Ia juga menyebutkan niat mulia di balik keputusannya untuk kembali ke Jepang, yaitu ingin merehabilitasi masjid di kampung halamannya.
“Insya Allah iktikad dan tujuannya baik, saya ingin nambah rezeki, dan saya punya tujuan ingin merehab masjid di kampung” jelasnya.
Baca Juga : Dari Sukabumi ke Tanah Suci, Ini Kisah Cecep Abdullah Pembersih Masjid yang Diundang Berhaji oleh Raja Arab
Perbedaan gaji yang mencolok menjadi faktor penentu. Sumber menyebutkan bahwa penghasilan Dodi sebagai PMI di Jepang bisa mencapai Rp30 juta per bulan, angka yang tentu sangat jauh dibandingkan gaji kepala desa.
Kisah Dodi ini menjadi gambaran nyata bagaimana faktor ekonomi seringkali menjadi penentu utama, dalam pengambilan keputusan penting dalam hidup seseorang, bahkan ketika harus melepaskan jabatan publik.
Setelah melalui proses administrasi, SK pengunduran diri Dodi pun resmi diterima. Ia kemudian berangkat kembali ke Jepang pada November 2024.
Namun, tak lama berselang, pada Januari 2025, Dodi terpaksa pulang ke Ciamis karena kondisi kesehatan yang menurun akibat badai salju di Jepang.
Meskipun demikian, kisahnya tetap menjadi inspirasi dan membuka mata banyak pihak, tentang realitas tantangan ekonomi yang dihadapi oleh aparat desa di Indonesia.
Dodi Romdani adalah contoh nyata bahwa keberanian mengambil keputusan besar demi kesejahteraan keluarga, dan tujuan mulia lainnya patut diacungi jempol.
Kisahnya tidak hanya viral, tetapi juga memicu diskusi lebih lanjut tentang insentif dan kesejahteraan bagi para pemimpin di tingkat desa.(Sei)