SUKABUMI – Sebuah kisah inspiratif datang dari Banyuwangi, Jawa Timur, yang kembali mengingatkan kita akan dedikasi luar biasa para pahlawan tanpa tanda jasa di dunia pendidikan. Ia adalah Wiga Kurnia Putri, seorang guru honorer berusia 27 tahun yang mengajar di sebuah SMP swasta di Kecamatan Muncar, Kabupaten Banyuwangi.
Sejak tahun 2021, Wiga telah mengabdikan dirinya sebagai guru mata pelajaran IPS dan PKN. Yang mengejutkan, gajinya sebagai guru honorer hanya Rp 200 ribu per bulan. Jumlah ini tentu jauh dari kata layak untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Namun bagi Wiga, besaran gaji bukanlah prioritas utama. Ia mengaku tidak terkejut dengan nominal tersebut, mengingat kondisi sekolahnya yang memang serba terbatas.
Baca Juga : Benarkah Dilarang Menikah di Bulan Muharram Ini Penjelasan Ulama
Dengan hanya 40 siswa, 4 guru, dan seorang kepala sekolah, sekolah swasta tempat Wiga mengajar memang memiliki tantangan finansial yang besar. Kondisi sarana dan prasarana sekolah pun cukup memprihatinkan.
Hanya ada satu ruang kelas yang layak pakai, memaksa para siswa untuk bergantian belajar di kelas, ruang guru, atau bahkan perpustakaan. Meskipun demikian, semangat Wiga untuk mendidik tak pernah padam.
Dedikasi Wiga tidak berhenti di dalam kelas. Ia memiliki inisiatif mulia untuk mencari dan mengajak anak-anak putus sekolah, agar mau kembali melanjutkan pendidikan.
Baca Juga : Menjelang Libur Sekolah, Wisata Cakrawala Sukabumi Jadi Pilihan Favorit Keluarga
Dengan sabar, ia mendatangi mereka satu per satu, meyakinkan bahwa tidak ada biaya seragam atau pungutan lain yang memberatkan. Bahkan, untuk SPP, siswa bisa membayarnya sesuai kemampuan.
Salah satu kisah yang menyentuh adalah ketika Wiga berhasil menjemput kembali murid-muridnya yang berhenti sekolah, termasuk seorang anak yang terpaksa menjadi pengamen di jalanan.
Bagi Wiga, setiap anak berhak mendapatkan pendidikan, terlepas dari latar belakang ekonomi mereka. Wiga juga dikenal karena kepeduliannya terhadap kondisi ekonomi siswa-siswinya.
Baca Juga : Akhir Pekan Seru di Kopi Nako Sukabumi: Nikmati Kopi Hemat dengan Pemandangan Indah
Ia mengajarkan mereka untuk menabung Rp 1.000 setiap hari. Tujuannya mulia, yaitu agar tabungan tersebut bisa digunakan untuk membayar biaya ijazah saat lulus SMP nanti.
Ia menyadari betul bahwa banyak ijazah tidak diambil karena kendala biaya, sehingga inisiatif menabung ini diharapkan bisa meringankan beban orang tua.
Keprihatinan Wiga semakin mendalam karena ia melihat bahwa bagi sebagian besar orang tua muridnya, pendidikan seringkali tidak menjadi prioritas.
Banyak siswanya berasal dari keluarga yang kekurangan secara ekonomi, dan bahkan kurang mendapatkan kasih sayang. Alasan inilah yang menjadi motivasi terkuat Wiga untuk terus mengajar.
Tak hanya itu, dari gajinya yang minim, Wiga bahkan menyisihkan sebagian untuk membantu kebutuhan siswanya, seperti membelikan buku, tas, sepatu, atau sekadar jajan. Sementara itu, kebutuhan keluarganya sendiri ditopang oleh penghasilan suaminya yang juga seorang guru honorer.
Kisah Wiga Kurnia Putri adalah cerminan sejati dari semangat pantang menyerah dan kepedulian seorang guru. Di tengah keterbatasan, ia terus berjuang demi masa depan anak-anak didiknya, membuktikan bahwa profesi guru adalah panggilan jiwa yang luhur.(Sei)