SUKABUMIKU.id – Kisah Janda 5 Anak di Makassar di jantung pelabuhan yang riuh rendah, di mana debur ombak berpadu dengan pekikan camar dan aktivitas bongkar muat yang tak pernah berhenti, hiduplah seorang perempuan luar biasa bernama Mariama.
Statusnya adalah seorang janda, dan amanahnya jauh lebih besar dari pundaknya yang tampak ringkih, yaitu menghidupi lima orang anak seorang diri. Namun, keterbatasan tak pernah mematahkan semangatnya.
Mariama memilih jalan yang tak lazim, bahkan terkesan berbahaya, demi memastikan asap dapur di rumahnya tetap mengepul. Ia nekat memanjat tali-tali besar kapal yang berlabuh, menjajakan roti buatannya langsung kepada para penumpang dan awak kapal.
Ia mengaku telah menjalani pekerjaan ini selama empat tahun terakhir setelah bercerai dengan suaminya. Dari berjualan roti, Mariama bisa mendapatkan penghasilan sekitar Rp100 ribu per hari.
Mariama sendiri tinggal di Jalan Kandea, Kecamatan Bontoala, dengan menyewa rumah seharga Rp500 ribu per bulan.bSetiap fajar menyingsing di ufuk timur Bandung, Mariama sudah memulai harinya.
Adonan roti diuleni dengan penuh cinta, aroma harumnya segera memenuhi seisi rumah sederhana yang menjadi saksi bisu perjuangannya. Setelah matang dan tertata rapi dalam keranjang, Mariama bergegas menuju pelabuhan.
Di sana, tantangan sesungguhnya menghadang. Kapal-kapal yang sandar seringkali tidak sepenuhnya merapat ke dermaga, menyisakan jarak yang hanya bisa ditempuh dengan memanjat tali tambat yang kokoh dan menjulang.
Bagi sebagian orang, membayangkan memanjat tali kapal yang besar, kasar, dan terkadang licin saja sudah menimbulkan ngeri. Namun, bagi Mariama, tali itu adalah jembatan harapan, penghubung antara dirinya dan rezeki untuk kelima buah hatinya.
Roti buatan Mariama bukan sekadar pengganjal perut. Rasanya yang lezat, teksturnya yang lembut, dan kehangatan yang selalu terjaga menjadikannya primadona di kalangan para pelaut dan penumpang.
Mereka tak hanya membeli karena lapar, tetapi juga karena terinspirasi oleh kegigihan Mariama. Tak jarang, mereka memberikan tip lebih, sebagai bentuk penghargaan atas keberanian dan semangat juangnya.
Perjalanan Mariama meniti tali kapal tak selalu mulus. Risiko terjatuh selalu mengintai, belum lagi terpaan angin laut dan sengatan terik matahari. Namun, bayangan wajah kelima anaknya yang menanti di rumah selalu menjadi penyemangatnya.
Luka lecet di tangan dan kaki seolah tak terasa dibandingkan dengan kebahagiaan bisa membawa pulang rezeki untuk keluarga tercinta.
Kisah Mariama adalah sebuah epos kecil tentang keperkasaan seorang ibu. Ia adalah pahlawan tanpa tanda jasa yang mempertaruhkan segalanya demi masa depan anak-anaknya.
Keberaniannya memanjat tali kapal bukan hanya sekadar mencari nafkah, tetapi juga simbol dari tekad yang membaja dan cinta seorang ibu yang tak terbatas.(Sei)