SUKABUMIKU.id – Di perairan biru jernih Sulawesi dan pulau-pulau sekitarnya, hiduplah sebuah komunitas unik yang dikenal sebagai Suku Bajo. Mereka adalah “penguasa lautan” sejati, sebuah kelompok etnis maritim yang kehidupannya terjalin erat dengan laut.
Namun ada satu kemampuan luar biasa yang menjadikan mereka begitu istimewa, yaitu kemampuan menyelam bebas hingga kedalaman yang mencengangkan.
Selain itu, mereka juga mampu menahan napas selama 60 menit. Di mana waktu tersebut tentunya tak terbayangkan bagi kebanyakan manusia.
Suku Bajo, yang sering dijuluki “Sea Nomads” atau “Gipsi Laut”, telah menghabiskan berabad-abad hidup berpindah-pindah di atas perahu tradisional mereka, yang dikenal sebagai lepa-lepa.
Laut adalah rumah, sumber kehidupan, dan juga arena bermain bagi mereka. Keterampilan menyelam bukan hanya sekadar hobi atau keahlian, melainkan bagian integral dari budaya dan cara bertahan hidup mereka.
Kemampuan menyelam luar biasa Suku Bajo bukan hanya hasil latihan keras sejak usia dini. Penelitian ilmiah telah mengungkapkan bahwa mereka memiliki adaptasi genetik unik, yang memungkinkan mereka bertahan dalam kondisi minim oksigen di bawah air.
Beberapa adaptasi fisiologis yang menakjubkan meliputi limpa yang lebih besar. Limpa sendiri berfungsi sebagai reservoir sel darah merah yang kaya oksigen.
Ketika menyelam, limpa Suku Bajo berkontraksi, melepaskan lebih banyak sel darah merah ke dalam aliran darah, memberikan pasokan oksigen tambahan. Studi menunjukkan bahwa limpa orang Bajo rata-rata 50% lebih besar dibandingkan kelompok etnis lainnya.
Selain itu, hati juga berperan dalam metabolisme oksigen. Ukuran hati yang lebih besar pada Suku Bajo, diduga membantu mereka mengatur kadar oksigen dalam tubuh selama penyelaman yang lama.
Adaptasi genetik yang diwariskan dari generasi ke generasi ini, memungkinkan tubuh mereka beroperasi secara efisien dalam lingkungan dengan tekanan tinggi, dan kadar oksigen rendah di bawah air.
Selain adaptasi biologis, Suku Bajo juga mengembangkan teknik menyelam tradisional yang sangat efektif. Mereka biasanya menyelam dengan tombak sederhana atau jaring untuk mencari ikan, kerang, dan sumber daya laut lainnya.
Meskipun memiliki kemampuan yang luar biasa dan hidup selaras dengan laut selama berabad-abad, Suku Bajo kini menghadapi berbagai tantangan.
Perubahan lingkungan, praktik penangkapan ikan yang merusak, dan tekanan modernisasi mulai mengikis tradisi dan cara hidup mereka. Ketergantungan mereka pada laut membuat mereka sangat rentan terhadap kerusakan ekosistem laut.
Ledakan bom ikan dan penggunaan sianida, meskipun ilegal masih terjadi di beberapa wilayah, dan menghancurkan terumbu karang yang menjadi sumber makanan dan mata pencaharian mereka.
Kisah Suku Bajo dan kemampuan menyelam mereka yang menakjubkan, tentu telah menarik perhatian para ilmuwan dan pemerhati lingkungan. Upaya konservasi dan pemberdayaan masyarakat Bajo yang berkelanjutan, menjadi semakin penting untuk melindungi budaya unik mereka dan ekosistem laut yang mereka huni.(Sei)