SUKABUMIKU.id – Banjir besar yang melanda Kampung Cibadak, Desa Neglasari, Kecamatan Lengkong, Kabupaten Sukabumi, menyebabkan jembatan utama penghubung antar Kecamatan ambruk total. Dampaknya, ratusan warga, terutama anak-anak sekolah dan guru harus mengambil risiko besar dengan menyeberangi sungai Cikaso yang berarus deras setiap hari.
Dalam video yang beredar, tampak anak-anak berpakaian seragam basah kuyup saat menapaki aliran sungai Cikaso. Mereka berjalan hati-hati, berpegangan satu sama lain agar tidak terhanyut.
“Takut jatuh, tapi kalau tidak lewat sini, tidak bisa ke sekolah,” ujar Fitri salah satu siswa Madrasah Miftahul Falah, Kecamatan Jampangtengah, Sabtu (26/4/2025).

Tidak Hanya Murid, hal serupa juga harus dirasakan oleh Leni Sumarni (41), seorang guru di Sekolah Dasar (SD) Negeri Cibadak, yang berada di Kampung Cibadak, Desa Neglasari, Kecamatan Lengkong, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.
Leni merupakan warga Kampung Pamoyanan, Desa Bantarpanjang, Kecamatan Jampangtengah, yang setiap hari terpaksa harus menahan rasa sakit bagian perut karena tengah hamil 7 bulan, namun harus menyebrangi Sungai Cikaso selebar 80 meter karena untuk menuntaskan kewajibannya.
Leni terpaksa kembali menyeberangi Sungai Cikaso, sejak jembatan yang pernah dibangun oleh sebuah yayasan hanyut oleh luapan sungai dan terbawa arus pada bulan Desember 2024 lalu. Meski dibangun kembali jembatan darurat pasca kejadian, namun pada 4 Maret 2025, kembali diterjang luapan sungai Cikaso, membuat dirinya harus kembali bertaruh nyawa bersama jabang bayinya yang memasuki kehamilan 7 bulan, demi mengajar anak didiknya.
“Iya, sering rasa sakit (gunakan alat pengikat perut) saat menyeberang sungai, kaki juga pada bengkak nahan arus air itu,” Kata Leni Sumarni saat ditemui awak media usai menyeberangi Sungai Cikaso, pada Sabtu pagi (26/4/2025).

“Jembatan Sudah hanyut mau berangkat lewat sungai, karena kalau kita putar melalui jalan alternatif kesana kurang lebih 2 jam. Saya tetap berangkat kerja selama saya masih bisa, kecuali kondisi saya benar-benar droup,” Ujar Leni.
Sebelum berangkan sekolah untuk mengajar, demi anak didiknya, Leni sudah memperhitungkan matang-matang bagaimana caranya bisa sampai di Sekolah.
“Segala resiko sudah saya perhitungkan dari awal sebelum berangkat, apapun yang akan terjadi demi anak didik saya yang menunggu di Sekolah karena ini kewajiban saya sebagai guru mengajar didaerah terpencil,” jelasnya.
“Harapannya saya sama pemerintah, cepat teralisasikan jembatan permanen sebagaimana diberitahukan kepada kami semua untuk membuat jembatan permanen tahun 2024 bulan November dan seandainya tidak direalisai minimal ada jembatan kami menyeberang walaupun Itu bersifat sementara dan saya mohon kepada pihak pemerintah untuk memperhatikan kami yang melewati sungai ini,” Harapnya. (Ndiw)