SUKABUMIKU.id – Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Sukabumi menyelenggarakan sosialisasi Gerakan Peduli dan Berbudaya Lingkungan Hidup di Sekolah (Adiwiyata) di Hotel Fresh. Acara ini secara resmi dibuka oleh Penjabat Wali Kota Sukabumi, Kusmana Hartadji, pada Rabu (07/08/24).
Dalam sambutannya, Kepala DLH Kota Sukabumi, Asep Irawan, menyoroti masalah sanitasi yang berlangsung turun-temurun di Indonesia, termasuk di Kota Sukabumi. Ia menyampaikan data penting yang menggambarkan situasi ini.
Pada tahun 2023, Kota Sukabumi menghasilkan 184,4 ton sampah setiap hari dengan jumlah penduduk sekitar 360.000 orang. Ini berarti setiap individu di Sukabumi memproduksi sekitar 0,5 kg sampah per hari.
Sebanyak 73% dari sampah ini dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA), sementara hanya 27% yang diolah oleh masyarakat. Dari total sampah yang ada, sekitar 40% berasal dari sisa makanan rumah tangga dan restoran. Data ini menunjukkan bahwa upaya pengolahan sampah oleh masyarakat di Sukabumi masih sangat terbatas.
Asep Irawan menekankan perlunya adopsi paradigma baru dalam pengelolaan sampah, dimulai dari pendidikan lingkungan sejak dini. Ia menyebutkan bahwa di Jepang, anak-anak sekolah dasar diajarkan tentang etika lingkungan dan cara hidup bersih selama empat tahun pertama pendidikan mereka.
Masyarakat Jepang juga memiliki kebiasaan mencuci sampah seperti botol sebelum dibuang, menunjukkan tanggung jawab individu terhadap kebersihan dan lingkungan.
Acara ini diharapkan dapat memainkan peran strategis dalam mengubah budaya masyarakat menuju perilaku ramah lingkungan. Gerakan peduli lingkungan harus dilakukan secara sadar, sukarela, dan berkelanjutan dengan tujuan menciptakan perilaku bertanggung jawab dalam upaya pelestarian lingkungan.
Penjabat Wali Kota Sukabumi, Kusmana Hartadji, dalam sambutannya menekankan pentingnya pendekatan komprehensif dan melibatkan semua lapisan masyarakat untuk memperbaiki kondisi sanitasi di Sukabumi.
Pendidikan lingkungan sejak dini, perubahan perilaku, dan penerapan kebijakan yang tepat adalah kunci untuk menciptakan lingkungan yang lebih bersih dan sehat.
Langkah pertama, menurut Kusmana Hartadji, adalah meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pengolahan sampah. Program edukasi dan kampanye publik dapat membantu menciptakan kesadaran ini.
Selanjutnya, perlu disediakan fasilitas yang memadai untuk pengolahan sampah, seperti tempat pembuangan sampah yang terpisah untuk organik dan non-organik.
Kerja sama antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sangat penting untuk mencapai tujuan ini. Pemerintah harus menyediakan regulasi yang mendukung dan fasilitas yang memadai, sementara sektor swasta dapat berkontribusi melalui inovasi teknologi dan investasi dalam infrastruktur pengolahan sampah.
Masyarakat, di sisi lain, harus berpartisipasi aktif dalam program-program ini. Mereka harus diberi pemahaman tentang cara mengelola sampah di rumah, serta pentingnya mendaur ulang dan mengurangi penggunaan plastik.
Pj. Wali Kota Sukabumi j mengajak untuk belajar dari negara-negara yang telah berhasil mengelola sampah dengan baik, seperti Jepang. Program edukasi di sekolah-sekolah Jepang menekankan pentingnya kebersihan dan pengelolaan sampah sejak usia dini.
Anak-anak diajarkan untuk mencuci dan memisahkan sampah mereka sebelum dibuang, menciptakan generasi yang sadar lingkungan dan bertanggung jawab terhadap kebersihan.
Dengan mengadopsi pendekatan serupa, diharapkan budaya masyarakat Kota Sukabumi dapat berubah. Program edukasi lingkungan harus menjadi bagian integral dari kurikulum sekolah di Sukabumi. Selain itu, kampanye kesadaran publik harus dilakukan secara terus-menerus untuk menjaga momentum perubahan.
Pemerintah juga harus memperkuat regulasi terkait pengelolaan sampah dan memastikan implementasinya di lapangan. Pengawasan yang ketat dan pemberian sanksi bagi pelanggar dapat membantu menegakkan aturan dan mendorong kepatuhan.
Dalam jangka panjang, diperlukan penciptaan sistem pengelolaan sampah yang berkelanjutan. Ini melibatkan pengembangan infrastruktur pengolahan sampah yang modern dan efisien, serta dukungan teknologi untuk mendaur ulang dan mengolah sampah menjadi energi.
Dengan demikian, jumlah sampah yang dibuang ke TPA dapat dikurangi dan sampah dapat dimanfaatkan sebagai sumber daya yang berharga. Ini sejalan dengan prinsip ekonomi sirkular, di mana limbah dipandang sebagai bahan baku untuk produksi baru.
Upaya ini membutuhkan komitmen dan kolaborasi dari semua pihak. Dengan kerja sama yang baik, lingkungan yang lebih bersih, sehat, dan berkelanjutan bisa tercapai. (Ky)