Sejarah

Tradisi Rebo Wekasan: Sejarah, Amalan, dan Pandangan Islam

×

Tradisi Rebo Wekasan: Sejarah, Amalan, dan Pandangan Islam

Sebarkan artikel ini
Sejarah Rebo Wekasan
Sejarah Rebo Wekasan Foto Ilustrasi

SUKABUMIKU.id – Rebo Wekasan adalah sebuah tradisi yang populer di sebagian masyarakat Indonesia, khususnya di daerah Jawa, Madura, dan beberapa wilayah lainnya.

Tradisi ini dilakukan pada hari Rabu terakhir di bulan Safar dalam kalender Hijriyah. Rebo Wekasan sering kali dihubungkan dengan kepercayaan bahwa pada hari tersebut, Allah SWT menurunkan banyak bala atau musibah ke dunia.

Oleh karena itu, berbagai ritual dan doa dilakukan sebagai bentuk ikhtiar untuk menghindari bencana.

Sejarah dan Asal Usul Rebo Wekasan
Keyakinan tentang Rebo Wekasan sebenarnya lebih berakar pada tradisi dan kepercayaan lokal yang sudah ada sebelum datangnya Islam.

Dalam kepercayaan Jawa, hari Rabu terakhir di bulan Safar dianggap sebagai waktu yang penuh dengan kesialan atau marabahaya.

Setelah Islam masuk, tradisi ini kemudian diselaraskan dengan ajaran Islam dalam bentuk ritual-ritual keagamaan.

Meskipun demikian, penting untuk diketahui bahwa dalam ajaran Islam yang murni, tidak ada dasar yang jelas dari Al-Qur’an atau hadits yang menyebutkan adanya hari khusus di bulan Safar yang menjadi waktu turunnya bala. Tradisi ini lebih merupakan akulturasi antara budaya lokal dan ajaran agama.

Amalan-Amalan dalam Tradisi Rebo Wekasan
Pada hari Rebo Wekasan, masyarakat yang mempercayainya melakukan beberapa amalan khusus dengan tujuan tolak bala. Beberapa di antaranya adalah:

1. Salat Sunnah Tolak Bala
Salat sunnah dua rakaat atau lebih sering dilakukan pada hari ini. Niatnya adalah memohon perlindungan kepada Allah dari segala bentuk musibah yang diyakini akan turun.

Salat ini biasanya diiringi dengan doa-doa yang berisi permohonan keselamatan.

2. Pembacaan Doa Khusus Tolak Bala
Doa-doa tolak bala dibaca secara berjamaah atau individu. Doa ini bertujuan memohon kepada Allah agar terhindar dari segala malapetaka yang diyakini turun pada hari tersebut.

3. Air Berkah
Sebagian masyarakat menggunakan air yang telah didoakan sebagai air berkah. Air ini dipercaya bisa memberikan perlindungan dari penyakit dan bahaya. Air tersebut biasanya digunakan untuk diminum atau dipercikkan di rumah.

4. Sedekah dan Pembagian Nasi Berkat
Tradisi lainnya adalah memberikan sedekah atau membagikan nasi berkat.

Nasi berkat ini biasanya dibagikan setelah melaksanakan ritual atau doa bersama sebagai wujud rasa syukur dan ikhtiar tolak bala.

Pandangan Islam Terhadap Rebo Wekasan
Dari perspektif ajaran Islam yang berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah, keyakinan tentang adanya hari sial atau khusus turunnya bala pada Rabu terakhir di bulan Safar tidak memiliki dasar yang jelas.

Beberapa ulama bahkan mengingatkan bahwa mempercayai hari tertentu sebagai hari sial atau penuh bala tanpa dalil yang sahih dapat mendekati perbuatan syirik, karena ini termasuk dalam keyakinan yang tidak bersumber dari ajaran Islam.

Nabi Muhammad SAW pernah bersabda bahwa bulan Safar bukanlah bulan yang membawa kesialan. Beliau menegaskan bahwa tidak ada pengaruh buruk dari hari, bulan, atau waktu tertentu. Keyakinan seperti itu lebih kepada kepercayaan jahiliyah yang bertentangan dengan ajaran tauhid.

Rebo Wekasan adalah contoh tradisi lokal yang diakulturasi dengan ajaran Islam. Meski demikian, bagi umat Islam penting untuk tetap menjaga kemurnian aqidah dengan tidak terjebak dalam kepercayaan yang tidak memiliki landasan dari Al-Qur’an dan hadits.

Selama amalan yang dilakukan masih dalam koridor syariat, seperti memperbanyak doa dan sedekah, hal tersebut tentu baik. Namun, yang perlu dihindari adalah keyakinan yang berlebihan terhadap adanya hari tertentu yang dianggap sial atau penuh bala.

Pada akhirnya, segala musibah dan kebaikan datangnya dari Allah, dan sebagai hamba-Nya, kita diajarkan untuk selalu berikhtiar dan bertawakkal hanya kepada-Nya dalam segala kondisi dan keadaan.(Sei)