Berita UtamaKota Sukabumi

Pemagaran Lapdek Rp650 Juta Disorot, Pemkot Sukabumi Kurang Kerjaan?

×

Pemagaran Lapdek Rp650 Juta Disorot, Pemkot Sukabumi Kurang Kerjaan?

Sebarkan artikel ini

SUKABUMI – Proyek pemagaran Lapang Merdeka atau Lapdek Kota Sukabumi dengan anggaran Rp650 juta menuai kritik keras. Pemerintah Kota (Pemkot) Sukabumi dinilai kurang kerjaan karena memasangi pagar baru di Lapang Merdeka setelah beberapa tahun lalu keberadaan pagar justru dibongkar.

Kritik itu disampaikan langsung I Hendy Faizal, seorang arsitek senior sekaligus mantan Tim Penataan Kota Sukabumi. Hendy menilai proyek pemagaran Lapdek kali ini membuat Pemkot Sukabumi terkesan tidak memenuhi skala prioritas untuk normalisasi infrastruktur lain yang masih di bawah wewenang Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Kota Sukabumi (DPUTR)

“Dulu itu pagarnya sengaja dibongkar, sekarang malah dibangun lagi yang baru. Buang-buang duit,” ujar pria yang akrab disapa Egon ini, Jumat (19/12/2025).

Baca Juga: Pembangunan Pagar Lapdek Dikritik, Ini Penjelasan Kadis DPUTR Kota Sukabumi

Egon memaparkan pembongkaran pagar Lapdek beberapa tahun lalu tak terlepas dari kebijakan Pemkot Sukabumi terkait penyediaan ruang terbuka yang dinamis. Awal mula pembongkaran pagar berangkat dari sebuah visi untuk menyatukan ruang-ruang publik strategis menjadi satu koridor yang hidup.

Koridor yang menghubungkan Gedung Juang, Lapangan Merdeka, Alun-Alun, dan Jalan A Yani dirancang sebagai ruang terbuka inti kota, tempat masyarakat dapat berinteraksi tanpa sekat fisik maupun psikologis.

Visi ini tidak hadir tiba-tiba. Tapi didasarkan pada master plan kawasan strategis kota yang disusun secara komprehensif oleh Tim Tata Kota atas permintaan Bappeda pada tahun 2021/2022. Dokumen inilah yang menjadi peta jalan, mengarahkan setiap langkah penataan agar selaras dengan tujuan jangka panjang pengembangan kota.

Melihat pembangunan pagar kembali di Lapang Merdeka, Egon menilai Pemkot Sukabumi tidak menjadikan master plan tersebut sebagai rujukan. Pemasangan pagar mencerminkan pembangunan yang tidak berlanjut (sustain).

Baca Juga: Akses Jalan Bagbagan Kiaradua Dibuka Terbatas, Truk Besar Belum Bisa Melintas

“Secara teori, juga ada konsep yang menyebutkan bahwa semakin ruang menyediakan banyak akses yang bisa dicapai berbagai arah baik secara visual maupun pergerakan orang, maka itu semakin demokratis,” tukasnya.

“Jika tujuannya adalah pengendalian pedagang kaki lima, maka seharunya yang dibuat adalah soft-tools bukan hard-tools atau fisik. Soft tools itu ya seperti Perda, dengan penegakan hukumnya oleh Satpol PP dibanding hard tools yang pragmatis dengan membuat pagar,” imbuh Hendy.

Dikonfirmasi terpisah Kepala DPUTR Kota Sukabumi, Sony Hermanto, mengakui bahwa konsep open space pernah diusung dalam penataan ruang publik termasuk di Lapdek. Ia pun mengaku menjadi bagian dari penerapan konsep open space dimana salah satu konsekuensinya saat itu adalah pembongkaran pagar di Lapang Merdeka Kota Sukabumi.

Sony menjelaskan, penerapan konsep open space menghadapi kendala, termasuk dengan keberadaan pedagang kaki lima. Ia pun menilai masyarakat belum siap dengan penerapan konsep open space.

“Masyarakat kita belum siap dengan konsep tersebut. Pada akhirnya Lapang Merdeka keluar dari peruntukannya di mana pedagang, di mana aktivitas-aktivitas yang tidak diperkenankan untuk di sana, nyatanya jadi rame dan sulit dikendalikan,” jelas Sony Hermanto.

Baca Juga: Banjir dan Longsor Kabupaten Sukabumi: Pertanggungjawaban Hukum Korporasi dan Pemerintah Daerah

Sony menjelaskan, pemagaran Lapang Merdeka menggunakan anggaran Rp650 juta dengan dua kali tahapan pengerjaan. Panjang pengerjaan pagar mencapai 317 meter.

Pemagaran saat ini dilakukan sebagai langkah terakhir untuk mengembalikan fungsi utama Lapang Merdeka sebagai ruang publik yang tertib. “Kita tidak punya banyak pilihan hari ini untuk membatasi aktivitas yang memang di luar peruntukannya itu. Tidak ada lagi jalan hanya dengan pemagaran,” tambahnya.

Sony juga menyebut bahwa kebijakan ini sejalan dengan pengelolaan ruang publik di kota-kota kota lain. Diantaranya di Kota Bogor dan Bandung.

“Di Sempur, di Gazibu, pada akhirnya dipagar juga kan itu. Artinya itu untuk membatasi. Tidak ada pilihan lagi,” ujarnya.

Ia menekankan bahwa pagar yang dibangun kini berbeda dengan konsep lama, dirancang dengan estetika yang lebih terbuka dan hanya membatasi titik akses (entrance) tertentu agar pengawasan lebih efektif dengan personel terbatas.

“Yang jelas kita akan terus mengawal lapang merdeka sesuai dengan peruntukannya. Itu semangat,” pungkasnya.