SUKABUMIKU.id – Masyarakat Kota Sukabumi kini dihadapkan pada kebingungan akibat peraturan baru terkait penggunaan BPJS Kesehatan di rumah sakit. Pasalnya, tidak semua pasien bisa mendapatkan pelayanan kesehatan menggunakan BPJS di RSUD R Syamsudin SH, karena rumah sakit tersebut kini hanya menerima pasien BPJS dengan kriteria khusus.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, peraturan ini mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) RI No. 47 Tahun 2018 Pasal 3 Ayat 2, yang menyebutkan bahwa pasien yang dijamin oleh BPJS Kesehatan di Instalasi Gawat Darurat (IGD) harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Mengancam nyawa, membahayakan diri sendiri, orang lain, atau lingkungan.
2. Adanya gangguan napas, pernapasan, dan sirkulasi.
3. Adanya penurunan kesadaran.
4. Adanya gangguan hemodinamik, seperti gangguan tanda-tanda vital (tekanan darah, denyut nadi, pernapasan).
5. Memerlukan tindakan segera pada kasus trauma.
Jika pasien tidak masuk dalam kriteria tersebut, maka mereka tidak bisa mendapatkan layanan BPJS di IGD dan akan diarahkan ke fasilitas kesehatan tingkat pertama (Puskesmas, klinik, atau poliklinik rumah sakit). Jika tetap ingin mendapatkan pelayanan di IGD, pasien harus membayar secara mandiri sebagai pasien umum.
Kebijakan ini diperkuat dengan adanya Berita Acara Kesepakatan Kementerian Kesehatan dan BPJS Kesehatan No. JP.02.03/H.I.V/3760/2024 dan 1247/BA/1124, yang memberikan wewenang kepada dokter penanggung jawab pasien untuk menentukan apakah kondisi pasien masuk dalam kategori gawat darurat atau tidak.
Akibat kebijakan ini, banyak masyarakat yang merasa kecewa, salah satunya Mulyana (42), warga Cikondang, Kecamatan Citamiang, Kota Sukabumi. Dia mengaku mengalami penolakan saat berobat ke RSUD R Syamsudin SH dengan menggunakan BPJS Kesehatan.
“Saya waktu itu sakit gigi sudah tidak kuat, sehingga terpaksa coba berobat ke rumah sakit. Namun, saat sampai di sana saya ditolak karena tidak memenuhi kriteria sebagai pengguna BPJS,” ujarnya.
Mulyana merasa kebijakan ini tidak adil, terutama bagi masyarakat yang sudah rutin membayar iuran BPJS Kesehatan tetapi kesulitan mendapatkan layanan kesehatan.
“Pas ke sana hanya bisa menerima pasien yang darurat atau hampir mati. Masa saya harus kritis dulu baru bisa dilayani? Kan gak mungkin. Saya pakai BPJS bayar, gak gratis, tapi aturannya begini,” keluhnya.
Kebijakan ini menimbulkan pertanyaan di kalangan masyarakat tentang sejauh mana jaminan kesehatan dari BPJS bisa benar-benar diakses oleh peserta. Hingga kini, belum ada penjelasan lebih lanjut dari pihak rumah sakit atau BPJS Kesehatan mengenai dampak dan solusi bagi pasien yang tidak memenuhi kriteria gawat darurat.
Dengan adanya kebijakan ini, masyarakat diharapkan lebih memahami aturan BPJS Kesehatan agar tidak mengalami kesulitan saat membutuhkan layanan medis. Namun, di sisi lain, peraturan ini juga menimbulkan keprihatinan, terutama bagi warga yang merasa akses layanan kesehatan semakin sulit. (Ky)