Berita UtamaSukabumi

DPC K Sarbumusi Kabupaten Sukabumi Desak Pemkab Perhatikan Tenaga Kerja Laki-laki

×

DPC K Sarbumusi Kabupaten Sukabumi Desak Pemkab Perhatikan Tenaga Kerja Laki-laki

Sebarkan artikel ini
SARBUMISI
RAKER:Dewan Pengurus Cabang Konfederasi Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (DPC K-SARBUMUSI) saat melakukan Rapat Kerja di Hotel Pangrango belum lama ini. Foto: Istimewa

SUKABUMIKU.id– Dewan Pengurus Cabang Konfederasi Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (DPC K-SARBUMUSI) Kabupaten Sukabumi mendesak Pemkab Sukabumi agar memperhatikan calon tenaga kerja laki-laki. Soalnya, saat ini lowongan kerja selalu yang menjadi priotitas yakni kaum Hawa.

” Padahal pekerjaan yang tersedia tidak khusus untuk wanita dan bisa dikerjakan oleh laki-laki,” ujar Ketua DPC K-SARBUMUSI Kabupaten Sukabumi Usman Abdul Fakih kepada Sukabumiku.id.

Dijelaskan Usman jika serapan tenaga kerja didominasi oleh perempuan, ini akan berdampak kepada psikologis laki-laki. Dimana akan terjadi ketimpangan, yakni pengangguran kaum laki laki meningkat.

” Selain itu juga banyak anak-anak yang diasuh oleh bapaknya ketimbang ibunya. Ini tidak boleh dibiarkan, pemerintah harus bersikap,” ungkapnya.

Dirinya menepis jika pernyataannya tersebut mendeskriditkan perempuan dalam dunia kerja, namun karena lowongan kerja yang tidak seimbang dan tidak terkontrol oleh Pemerintah Kabupaten Sukabumi, sehingga pengangguran akan semakin banyak di kaum laki-laki dan akan memicu potensi masalah-masalah yang lebih serius.

“Ya minimal kan jumlah tenaga kerja 65 persen laki-laki, sisanya baru perempuan agar seimbang dan tidak memicu persoalan yang lebih besar di kemudian hari, apalagi laki-laki itu kan kepala rumah tangga, sudah seharusnya didahulukan dalam urusan pekerjaan,” tegas Usman.

Selain persoalan itu, Usman juga menegaskan jika Pemerintah Daerah harus mendorong agar perusahaan besar yang memiliki tenaga kerja lebih dari 5.000 orang harus memiliki fasilitas ibadah yang memadai. Sehingga saat waktu solat di jam istirahat para pekerja bisa beribadah dengan khusyu dan tidak terburu-buru, bahkan tidak sempat melakukan ibadah.

“Tempat ibadah atau mesjid harusnya di sesuaikan dengan jumlah tenaga kerja, jangan sampai ketika waktu solat, buruh tak sempat kebagian solat karena antrian panjang. Sementara istirahat pada saat bekerja rata-rata hanya satu jam, itu belum makan juga kan,”pungkasnya. (Eri)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *