Nasional

MK Hapus Presidential Threshold, Kemenangan Bagi Demokrasi Indonesia

×

MK Hapus Presidential Threshold, Kemenangan Bagi Demokrasi Indonesia

Sebarkan artikel ini

SUKABUMIKU.id – Mahkamah Konstitusi (MK) telah membuat keputusan bersejarah dengan menghapus ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold). Putusan Nomor 62/PUU-XXII/2024 ini menyatakan Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, yang mengatur presidential threshold, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia 1945. Putusan ini dibacakan oleh Ketua MK, Suhartoyo, di ruang sidang MK pada Kamis (2/1/2024) dan berlaku sejak dibacakan.

Keputusan ini disambut gembira oleh para pegiat pemilu. Titi Anggraini, aktivis pemilu sekaligus pengajar hukum pemilu Universitas Indonesia, menyatakan putusan ini merupakan kemenangan bagi rakyat Indonesia. Menurutnya, putusan ini merupakan jawaban atas 36 gugatan yang dilayangkan ke MK terkait presidential threshold.

“Kawan-kawan, ini adalah pengujian ambang batas pencalonan presiden sudah 36 kali diuji ke Mahkamah Konstitusi,” kata Titi di Gedung MK, Kamis. Ia mengapresiasi langkah MK yang menghapus presidential threshold dan menganggapnya sebagai kembalinya MK pada identitasnya sebagai penjaga demokrasi dan konstitusi.

“Ini kemenangan rakyat Indonesia. 36 permohonan menandakan bahwa ambang batas pencalonan presiden memang bermasalah, bertentangan dengan moralitas politik kita,” tegas Titi.

Dengan dihapuskannya presidential threshold, Titi berharap partai politik dapat berbenah dan mempersiapkan kader-kader terbaiknya untuk maju sebagai calon presiden pada Pemilu 2029. Ia mendorong partai politik untuk memanfaatkan ruang yang telah diberikan oleh MK ini dengan serius.

“Agar ruang yang sudah diberikan oleh Mahkamah Konstitusi ini bisa disikapi atau ditangkap dengan serius oleh partai politik kita,” imbuhnya.

Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 yang dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 mengatur syarat ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden oleh partai politik atau gabungan partai politik. Pasal tersebut berbunyi: “Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada Pemilu Anggota DPR periode sebelumnya.” Dengan putusan MK ini, pasal tersebut tidak lagi berlaku.