Nasional

Pemerintah Batasi Subsidi BBM untuk Ojek Online, Protes Mengemuka dari Pelaku Usaha Mikro

×

Pemerintah Batasi Subsidi BBM untuk Ojek Online, Protes Mengemuka dari Pelaku Usaha Mikro

Sebarkan artikel ini
Bahlil Lahadalia

SUKABUMIKU.id – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengumumkan kebijakan baru terkait penyaluran subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang mencakup pembatasan akses bagi ojek online (ojol). Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyatakan bahwa ojek online tidak akan lagi mendapatkan subsidi BBM seperti Pertalite, karena penyaluran subsidi hanya akan difokuskan pada kendaraan umum berpelat kuning, seperti angkutan umum.

“Yang berhak menerima subsidi adalah kendaraan yang berpelat kuning. Angkot, transportasi, supaya apa? Harganya, transportasinya enggak boleh naik. Kalau angkutan barang yang berpelat hitam, ya ubah ke pelat kuning. Karena kita kan ingin memberikan ini kan kepada yang berhak,” ujar Bahlil dalam keterangannya kepada wartawan pada Jumat (29/11).

Bahlil menjelaskan bahwa kebijakan ini diambil untuk menjaga kestabilan tarif transportasi umum, dengan tujuan agar biaya angkutan tidak naik. Ia juga menilai bahwa ojol lebih merupakan usaha atau bisnis pribadi dan mayoritas pengemudi ojol memiliki kendaraan pribadi, sehingga mereka dianggap tidak perlu mendapatkan subsidi BBM.

Penolakan dari Pelaku Usaha Mikro

Namun, kebijakan ini menuai protes dari berbagai pihak, terutama dari pelaku usaha mikro. Amin Ak, anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PKS, dengan tegas menyatakan ketidaksetujuannya terhadap keputusan pemerintah ini. Menurutnya, kebijakan ini tidak berpihak pada pengemudi ojol yang merupakan pelaku usaha mikro dan berkontribusi besar dalam perekonomian keluarga.

“Pada hakikatnya, pengemudi ojol merupakan pelaku usaha mikro, yang mereka jual adalah jasa transportasi. Mereka layak dapat bantuan,” kata Amin, mengkritik kebijakan tersebut.

Amin juga menambahkan bahwa banyak pengemudi ojol yang mengandalkan subsidi BBM untuk menjaga biaya operasional tetap rendah. Dengan subsidi tersebut, mereka dapat menjaga penghasilan agar tetap mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Menurut data yang dihimpun, diperkirakan ada sekitar 4 juta pengemudi ojol di Indonesia pada tahun 2024, dengan rata-rata pendapatan di bawah Rp 3,5 juta per bulan.

“Kita harus memahami bahwa pengemudi ojek online bukan sekadar profesi, tetapi bagian dari sektor usaha mikro yang memiliki kontribusi nyata terhadap roda perekonomian,” ujar Amin. Ia menilai bahwa kebijakan ini justru akan menambah beban bagi pengemudi ojol yang sudah cukup sulit mengatur biaya operasional.

Protes Keras dan Ancaman Demo Besar

Penolakan terhadap kebijakan ini juga datang dari organisasi pengemudi ojek online. Ketua Umum Garda Indonesia, Igun Wicaksono, mengingatkan bahwa ojek online telah memainkan peran penting dalam transportasi masyarakat dan seharusnya dianggap sebagai bagian dari angkutan publik.

“Jika sampai ojol tidak dapat menerima atau mengisi BBM bersubsidi, maka pasti akan terjadi gelombang aksi unjuk rasa besar-besaran di seluruh Indonesia,” kata Igun, menanggapi kebijakan pemerintah tersebut.

Igun juga mengungkapkan bahwa selama 5–6 tahun terakhir, pihaknya telah berjuang untuk mendapatkan legalitas bagi pengemudi ojol dan mendorong regulasi yang lebih jelas dari pemerintah. Ia menegaskan bahwa pernyataan ojol tidak berhak mendapatkan subsidi BBM adalah hal yang tidak bisa diterima.

“Penolakan ini berpotensi memicu aksi demonstrasi besar-besaran di seluruh Indonesia sebagai bentuk protes terhadap keputusan pemerintah,” kata Igun, menambahkan bahwa aksi tersebut akan menjadi peringatan agar pemerintah lebih memperhatikan nasib para pengemudi ojol yang selama ini telah mendukung ekonomi kerakyatan.

Pemerintah Diminta Cari Solusi yang Lebih Adil

Amin Ak, anggota DPR, juga mengimbau pemerintah untuk mencari solusi yang lebih adil dalam penyaluran subsidi BBM, yang tidak membebani pelaku usaha mikro seperti pengemudi ojol. Ia menyarankan agar pemerintah memperbaiki skema distribusi subsidi agar lebih tepat sasaran dan tidak merugikan masyarakat yang rentan secara ekonomi.

“Namun, jangan sampai para pelaku usaha mikro dan kecil justru menjadi korban dari kebijakan ini,” tegas Amin.

Kebijakan ini kini menjadi sorotan publik dan diperkirakan akan terus memicu diskusi serta protes dari berbagai kalangan, terutama yang merasa dirugikan oleh kebijakan baru ini.