SUKABUMIKU.id – Pada hari ini dalam sejarah, hasil Perundingan Linggajati antara Indonesia dan Belanda resmi diratifikasi. Perundingan yang berlangsung sejak November 1946 ini menjadi salah satu upaya diplomasi penting dalam upaya mempertahankan kedaulatan Indonesia pasca-Proklamasi Kemerdekaan.
Perundingan Linggajati, yang diadakan di Desa Linggajati, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, bertujuan untuk mengakhiri konflik bersenjata yang berkepanjangan antara pihak Republik Indonesia dan Belanda. Konflik ini muncul setelah Belanda melancarkan upaya untuk merebut kembali wilayah Indonesia, yang telah memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945.
Isi Perjanjian Linggajati
Hasil dari perundingan ini, yang diratifikasi pada 10 Desember 1947, memuat beberapa poin penting:
- Belanda mengakui secara de facto kedaulatan Republik Indonesia atas Jawa, Sumatra, dan Madura.
- Indonesia dan Belanda sepakat membentuk Republik Indonesia Serikat (RIS) sebagai negara federal.
- RIS dan Belanda akan menjadi bagian dari Uni Indonesia-Belanda, di bawah mahkota Kerajaan Belanda.
Kesepakatan ini menjadi tonggak penting karena untuk pertama kalinya Belanda mengakui keberadaan Republik Indonesia, meskipun masih terbatas pada wilayah tertentu.
Reaksi dan Tantangan
Meskipun Perundingan Linggajati dianggap sebagai kemenangan diplomasi bagi Indonesia, banyak pihak di dalam negeri yang merasa kecewa karena hasilnya dianggap merugikan. Pengakuan kedaulatan yang terbatas hanya pada Jawa, Sumatra, dan Madura memicu perdebatan. Sementara itu, di pihak Belanda, kelompok yang tidak setuju menganggap kesepakatan ini terlalu menguntungkan Indonesia.
Setelah ratifikasi, ketegangan antara Indonesia dan Belanda tetap berlanjut. Perbedaan interpretasi terhadap isi perjanjian ini menjadi salah satu penyebab pecahnya Agresi Militer Belanda I pada pertengahan 1947.
Warisan Diplomasi
Meskipun tidak sepenuhnya memuaskan, Perundingan Linggajati merupakan salah satu langkah penting dalam perjalanan diplomasi Indonesia menuju pengakuan kedaulatan penuh. Peristiwa ini menunjukkan kemampuan para pemimpin Indonesia, seperti Perdana Menteri Sutan Sjahrir, dalam memanfaatkan jalur diplomasi di tengah situasi yang sulit.
Kini, setiap peringatan Perundingan Linggajati menjadi pengingat akan pentingnya diplomasi dan kerja sama internasional dalam menyelesaikan konflik. Desa Linggajati sendiri telah dijadikan sebagai tempat bersejarah, lengkap dengan museum yang menyimpan dokumen-dokumen penting terkait perundingan tersebut.
Peristiwa 10 Desember 1947 ini menegaskan bahwa perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia tidak hanya dilakukan melalui peperangan, tetapi juga melalui meja perundingan. Hal ini menjadi inspirasi bagi generasi penerus untuk terus mengedepankan dialog dalam menyelesaikan berbagai tantangan bangsa.(Sei)