SUKABUMIKU.id – Sejumlah vendor dan lembaga swadaya masyarakat Indonesia Beaurocracy and Service Watch (IBSW) melakukan aksi unjuk rasa di depan Balai Kota dan gedung DPRD Kota Sukabumi, pada Selasa (11/06/24).
Aksi tersebut untuk menuntut Humas Protokoler (Humpro) Pemerintah Kota Sukabumi untuk segera melunasi utang pembayaran pengdaan makan dan minum kepada sejumlah vendor.
Koordinator aksi demo Elut Haikal mengatakan, utang yang dimiliki Pemkot kepada 10 vendor terjadi pada 2019 dan 2020.
“Pengusaha (vendor) ada yang berbadan hukum dan ada yang biasa, seperti pedagang bunga belum terbayarkan sampai 4 tahun. Ada yang diminta dana talangan untuk kebutuhan pemda tapi pembayaran tidak dibayarkan. Ada cicilan tapi sampai sekarang tidak tuntas tuntas,” kata dia kepada wartawan.
Lanjut dia. kerugian materiil yang dialami sejumlah pengusaha akibat persoalan tersebut menurut Elut nilainya mencapai milyaran rupiah.
“Kerugian pengusaha awalnya Rp3,6 miliar, tapi setelah ada pembayaran tinggal sisa Rp1,8 miliar,” ungkapnya.
Dia mengungkapkan, telah ada perjanjian kerjasama dengan vendor sebelumnya. Namun dia menilai pemerintah daerah tidak kunjung memenuhi janji untuk membayar utang.
“Jelas ada perjanjian (kerjasama) kenapa harus cair itu uang di bank karena ada resmi ada SPK (surat perintah kerja) nya ada ininya. Cuman SPK itu kegiatan itu masuk tidak dalam RAPBD betul kan dewan juga harus mengetahui. Kemudian setelah ada SPK resmi kenapa pembayaran ga resmi? kan kalau SPK mah kalau SPK itu lahir berarti pembayaran sudah harus disiapkan oleh pemerintah untuk melakukan pembayaran,” tambahnya.
Terkait adanya dugaan penyimpangan tersebut, pihaknya akan menyerahkan kasus ini kepada pihak kepolisian.
“Nanti di sini ada unsur-unsur penyimpangan, korupsi itu sudah ranah hukum. Kami tidak sampai ke sana. Tapi kami akan terus memantau,” cetusnya.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Inspektorat Kota Sukabumi Een Rukmini mengatakan, pihaknya telah melakukan investigasi terkait hal tersebut pada tahun 2023.
“Itu (investigasi) dilakukan di bulan Juli sampai Agustus (2023) dan pihak-pihak terkait sudah kita mintai keterangan dan memang hasilnya memang tidak ada. Bahwa kami ini menerima bukti bahwa itu digunakan oleh pemerintah daerah bukti itu kan harus ada SPJnya dan itu tidak bisa diperlihatkan kepada kami, saat itu kami menyimpulkan hasil audit itu bahwa tidak ada pemda ini utang kepada para pihak,” ujarnya.
Ditanya mengenai dugaan penyebab penagihan utang tersebut, menurutnya ada kurangnya pengendalian di internal pemerintah daerah.
“Saya kurang tahu yah (penyebab penagihan utang) harusnya di pihak Pemda sendiri yang harus mengetahui kenapa si kok bisa seperti ini, apakah kurangnya pengendalian di internal atau seperti apa, kan pengelola keuangan itu ada di setiap setda atu OPD itu, nah apakah pengendalian di situ yang kurang anggaran atau seperti apa,” pungkasnya. (ky)