Berita Utama

UMK 2024 Naik Rp17 Ribu, Buruh Sukabumi Kepung Gedung Sate 

×

UMK 2024 Naik Rp17 Ribu, Buruh Sukabumi Kepung Gedung Sate 

Sebarkan artikel ini
Buruh Sukabumi Kepung Gedung Sate 

SUKABUMIKU – Ribuan buruh yang tergabung dalam Serikat Pekerja Tekstil Sandang dan Kulit Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SP TSK SPSI) Kabupaten Sukabumi, mengaku kecewa dengan sikap PJ Gubernur Jawa Barat, Bey Machmudin yang buruh nilai bersikeras tidak akan menaikan UMK Kabupaten Sukabumi 2024.

Ketua Serikat Pekerja Tekstil Sandang dan Kulit Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SP TSK SPSI) Kabupaten Sukabumi Moch. Popon mengatakan, ribuan buruh Kabupaten Sukabumi yang tergabung dengan SP TSK SPSI pada Rabu (29/11) kemarin melakukan aksi menutup jalan nasional Sukabumi – Cianjur dan kini Kamis (30/11) bergabung dengan buruh dari kabupaten kota lain di Jawa Barat melakukan aksi bersama di Bandung.

“Kami sebenarnya tidak ingin melakukan itu, tapi melihat gelagat Pak Bey yang kekeuh tidak ingin menaikkan upah buruh, sepertinya kami harus melakukan aksi seperti itu dan akan terus melakukan hal serupa ketika mata dan hati serta telinga Pak Bey sudah tertutup rapat untuk menerima suara hati dan aspirasi kami dari masyarakat kecil, kaum buruh di Sukabumi,” kata Popon kepada Radar Sukabumi pada Kamis (30/11).

“Tuntutan kami gak muluk-muluk dan gak mengada – ada Pak Bey, kami hanya menuntut kenaikan UMK 2024 sebesar 7,47 persen dari UMK yang berlaku saat ini. Yaitu sebesar Rp3.351.883. Itu aja kok gak lebih,” tandasnya.

Lebih lanjut Popon menjelaskan, bahwa tuntutan buruh dalam hal kenaikan upah 2024 ini, tidak serta merta turun dari langit dan berlebihan. Namun, ia mengaku bahwa kenaikan upah buruh tahun 2024 sebesar 7,47 persen ini berdasarkan pada parameter yang jelas. Yaitu inflasi 2,35 persen dan pertumbuhan ekonomi 5,12 persen di wilayah Kabupaten Sukabumi. “Karena hanya formula itu yang secara riil bisa menggambarkan kondisi ekonomi di sebuah daerah atau Kabupaten Kota Pak Bey,” tukasnya.

Namun demikian yang mengecewakan para buruh, kata Popon, PJ Gubernur Jawa Barat bukannya merespon para buruh. Tapi, malah sebaliknya menantang para buruh untuk turun ke jalan, ketika buruh tidak setuju dengan kenaikan yang hampir tidak ada kenaikan seperti yang akan ditetapkan saat ini oleh PJ Gubernur Jawa Barat.

“Kami tahu Pak Bey bersikukuh dengan ketentuan PP 51 tahun 2023 yang belum lama ditanda tangani Presiden Jokowi beberapa saat sebelum penentuan UMK 2024,” paparnya.

Tapi dalam PP tersebut, sambung Popon, dinilai tidak adil karena formula kenaikan upahnya, selain memasukkan variabel inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Tapi juga memasukan indeks tertentu berupa nilai alpha yang menunjukkan kontribusi tenaga kerja pada pertumbuhan ekonomi yang sebenarnya.

Hal tersebut, menurut Popon tidak berkaitan langsung dengan buruh. Lantaran, buruh merupakan masyarakat pekerja secara keseluruhan, baik sektor formal maupun informal, termasuk mereka yang pekerja rumahan.

“Nah, itu terkait dengan kondisi pengangguran di suatu daerah yang bukan merupakan tanggung jawab buruh, tapi merupakan tanggung jawab pemerintah yang harus menekan tingkat pengangguran dan meningkatkan pendapatan masyarakat,” imbuhnya.