Berita Sukabumi

Bappeda Kota Sukabumi Genjot Pembangunan Rumah Tidak Layak Huni di Kawasan Kumuh

×

Bappeda Kota Sukabumi Genjot Pembangunan Rumah Tidak Layak Huni di Kawasan Kumuh

Sebarkan artikel ini

SUKABUMIKU.id – Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Sukabumi terus berupaya menanggulangi kawasan kumuh dengan membangun ribuan Rumah Tidak Layak Huni (Rutilahu). Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, Bappeda telah berhasil membangun sekitar 2.000 unit Rutilahu.

Kabid Infrastruktur dan Kewilayahan Bappeda Kota Sukabumi, Frendy Yuwono, mengungkapkan bahwa pada 2024, sebanyak 195 unit Rutilahu dibangun di kawasan kumuh.

“Data rekapitulasi program Rutilahu selama kurun waktu 2020 hingga 2024 mencapai sekitar 2.000 unit yang sudah dikerjakan. Khusus 2024, ada 195 unit yang dibangun yang tersebar di tujuh kecamatan,” ungkap Frendy, Rabu (22/1).

Frendy menjelaskan bahwa kawasan kumuh yang mendapat program pembangunan ini harus memenuhi ketentuan, yakni berada di atas tanah seluas lebih dari 10 hektare yang terdiri dari lima hingga enam kelurahan. Setiap unit Rutilahu mendapat bantuan keuangan dari Provinsi Jawa Barat sebesar Rp20 juta. Dana tersebut terbagi menjadi Rp17,5 juta untuk belanja barang dan Rp2,5 juta untuk upah tukang. Bantuan ini langsung dikelola oleh Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) setempat.

Selain itu, Bappeda juga menerapkan program Rutilahu Plus, di mana setiap rumah yang dibangun harus dilengkapi dengan fasilitas septic tank. Namun, Frendy mempertanyakan apakah dana yang ada cukup untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

“Tapi hingga saat ini, kami sudah mengajukan anggaran tambahan ke provinsi, meskipun belum ada informasi lanjutan. Untuk Rutilahu kawasan kumuh, masih ada sekitar 145 unit yang belum terbangun, dan Kota Sukabumi masih membutuhkan anggaran untuk membangun 1.200 unit lagi,” jelas Frendy.

Menurut Frendy, pembangunan Rutilahu di kawasan kumuh masih didanai oleh provinsi, sementara untuk Rutilahu yang dibangun akibat bencana, dananya berasal dari APBD dengan kategori standar pelayanan minimal dari Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR).

“Tentu, kecuali ada kejadian mendadak, seperti bencana banjir yang baru-baru ini terjadi di Jayaraksa, Baros. Dana untuk penanganan tersebut diambil dari anggaran biaya tidak terduga,” pungkasnya. (Ky)