Sosok

Semangat Hari Ibu Dalam Demokrasi Pemilu

×

Semangat Hari Ibu Dalam Demokrasi Pemilu

Sebarkan artikel ini

Oleh: Ratna Istianah

Hari ini, tanggal 22 Desember, bangsa Indonesia memperingati Hari Ibu. Peringatan hari Ibu di Indonesia berbeda dengan perayaan Mother’s Day seperti di negara lain. Perbedaan tersebut diantaranya terletak pada waktu peringatannya. Beberapa negara di Eropa dan Timur Tengah memperingatinya setiap tanggal 8 Maret, sementara di Amerika dan lebih dari 75 negara lainnya, seperti Jerman, Italia, Jepang, Belanda, Australia, Malaysia, Singapura dan Kanada, Hari Ibu dirayakan pada minggu pekan kedua di bulan Mei.

Sejarah mencatat peringatan Hari Ibu di Indonesia merupakan tonggak perjuangan kaum perempuan untuk terlibat dalam upaya memperjuangkan kemerdekaan dan pergerakan perempuan Indonesia dari masa ke masa sebagai sumber daya dalam pembangunan dan berbagai sektor kehidupan lainnya.

Mengenali sejarah Hari Ibu di Indonesia menjadi hal yang penting bagi kita semua, karena buktinya, masih banyak yang belum mengetahuinya. Seperti, generasi muda mengalami krisis pengetahuan sejarah atau kurangnya keingintahuan sejarah (lack of historical curiosity) tentang hal tersebut dan ini menyebabkan generasi muda tersebut mengalami disorientasi dalam memaknai Hari Ibu.

Untuk memahami makna Hari Ibu di Indonesia yang sebenarnya, sejarah pergerakan perempuan di Indonesia harus dikaji kembali. Pengetahuan sejarah tersebut dapat berkontribusi bagi proses memperkuat agenda konsolidasi demokrasi di Indonesia. Agenda tersebut tentunya juga termasuk peningkatan kesetaraan gender dalam politik apalagi Indonesia telah menerapkan affirmative action dalam sistem pemilunya, agar tidak terjebak pada mekanisme prosedural saja. (Idham Holik, 2020).

Hari Ibu dan Kesetaraan Perempuan

Peringatan Hari Ibu untuk pertama kalinya dirayakan oleh bangsa Indonesia pada tanggal 22 Desember 1938. Penetapan tersebut didasari oleh hasil kesepakatan peserta Kongres Perempuan III di Bandung, tanggal 22-27 Juli 1938. Kesepakatan tersebut dilandasi pada kejadian bersejarah dimana seluruh organisasi perempuan di Indonesia, khususnya yang berasal dari wilayah Sumatera dan Jawa, untuk pertama kalinya mengadakan Kongres Perempuan  di Yogyakarta tanggal 22 Desember 1928.

Kongres Perempuan Indonesia I tersebut terinspirasi oleh Soempah Pemoeda 28 Oktober 1928 dan  didasari oleh kesamaan pandangan politik untuk kesetaraan perempuan Indonesia. Tidak kurang 600 perempuan dari puluhan perhimpunan wanita yang terlibat. Mereka berasal dari macam latar belakang, suku, agama, pekerjaan dan usia. Selama tiga hari (22-25 Desember 1928), para peserta kongres membahas dan berkomitmen memperjuangkan peran wanita tidak sebatas di ranah domestik namun juga peran di ranah publik.

R.A. Soekonto selaku pimpinan Panitia Kongres Perempuan saat itu, dikutip dari buku karya Blackburn dalam sambutannya mengatakan:

“Zaman sekarang adalah zaman kemajuan. Oleh karena itu, zaman ini sudah waktunya mengangkat derajat perempuan agar kita tidak terpaksa duduk di dapur saja. Kecuali harus menjadi nomor satu di dapur, kita juga harus turut memikirkan pandangan kaum laki-laki sebab sudah menjadi keyakinan kita bahwa laki-laki dan perempuan mesti berjalan bersama-sama dalam kehidupan umum. Perempuan tidak lantas menjadi laki-laki, perempuan tetap perempuan, tetapi derajatnya harus sama dengan laki-laki, jangan sampai direndahkan seperti jaman dahulu.”

Kongres Perempuan I tersebut dihadiri juga oleh kaum lelaki seperti PNI, Pemuda Indonesia, Boedi Oetomo, PSI, Muhammadiyah, Walfadji, Jong Java, Jong Madoera dan Jong Islamieten Bond. Mereka hadir memberikan dukungan untuk perjuangan politik perempuan pada saat itu. Dalam kajian feminisme, organisatoris dan politisi dari kaum lelaki yang hadir tersebut dapat disebut sebagai male feminits (feminis laki-laki). Feminis laki-laki ini adalah laki-laki yang mendukung feminisme dan upaya-upaya untuk menghadirkan kesetaraan dan keadilan gender. Sebuah pelajaran yang sangat menginspirasi untuk semua kaum lelaki hari ini dan para pemimpin, politisi dan aktivis selaku public opinion leader.

Bertepatan pada ulang tahun ke-25 Kongres Perempuan Indonesia 1928, Negara kemudian meresmikan perayaan Hari ibu secara nasional pada tanggal 22 Desember. Dimana Presiden Soekarno menerbitkan Keputusan Presiden (Kepres) Republik Indonesia Nomor 316 tahun 1959 pada tanggal 19 Desember 1959. Melalui hari Ibu, Presiden Soekarno pada saat itu ingin mengajak bangsa Indonesia untuk mendukung semangat Perempuan Indonesia dan meningkatkan kesadaran berbangsa dan bernegara.

Pengetahuan sejarah yang kurang saat ini telah membuat pemaknaan Hari Ibu bergeser dari tujuan awal semangat juang politik Kongres Perempuan dan pandangan politik Presiden Soekarno tersebut. Dimana saat ini perayaan Hari ibu hanya terjebak pada makna domestik semata. Hari tersebut dirayakan dengan cara membebastugaskan seorang Ibu dari aktivitas rutinitas keseharian seperti merawat anak, memasak dan urusan rumah tangga lainnya. Perayaan hari ibu dirayakan dengan saling bertukar hadiah dan menyelenggarakan berbagai acara dan kompetisi seperti lomba memasak dan memakai kebaya. Padahal jika hari Ibu hanya dimaknai dalam konteks domestik semata, tidak perlu harus menunggu tanggal 22 Desember di setiap tahunnya yang demikian lebih tepat diperingati setiap hari.

Hari Ibu dan Partisipasi Politik Perempuan

Sebagai hari gerakan politik perempuan, Hari ibu harusnya ditujukan untuk mempertegas komitmen bangsa ini untuk meninggikan martabat perempuan Indonesia dalam partisipasi politik.

Kesadaran perempuan untuk berpartisipasi di ranah politik, tidak dapat terlepas dari sejarah gerakan perempuan di Indonesia. Tidak dapat disanggah, hadirnya gerakan perempuan di belahan dunia lain, memberi pengaruh kepada pergerakan perempuan Indonesia. Pengaruh tersebut terlihat dalam bentuk ide-ide emansipatif organisasi-organisasi perempuan, isu-isu gender seperti; masalah peran ganda, domestic violence, perkosaan dan isu gender lainnya.

Dalam catatan sejarah bangsa Indonesia, partisipasi perempuan dalam politik sudah dimulai saat Indonesia masih dalam penjajahan. Perjuangan kaum perempuan untuk terlibat secara aktif dalam dunia politik bukanlah perjuangan yang singkat. Menurut Andriana (2012) sejarah gerakan perempuan dari sejak zaman sebelum kemerdekaan hingga masa reformasi saat ini telah banyak terjadi transformasi dari bentuk perjuangan perempuan dalam pembangunan bangsa. Dari yang berawal pada gerakan politik perempuan, kemudian bertranspormasi menjadi keterwakilan politik perempuan. Era reformasi telah mencuatkan harapan besar bagi tumbuhnya proses demokrasi di Indonesia.

Salah satu konsep dalam ilmu politik untuk mengukur partisipasi perempuan dalam politik adalah keterwakilan politik (political refresentativeness). Keterwakilan politik diartikan sebagai terwakilinya kepentingan anggota masyarakat oleh wakil-wakilnya di lembaga legislatif. Namun ternyata keterwakilan politik perempuan pada kenyataannya masih sangat rendah di ruang publik. Hal ini dapat disebabkan karena minat para perempuan untuk terjun ke dunia politik yang rendah, komitmen partai politik yang belum sensitif gender sehingga kurang mengakomodir kepentingan perempuan, dan juga kendala nilai-nilai budaya yang bias gender dan bias nilai-nilai patriarki.

Partai politik belum sepenuhnya serius dalam pemenuhan kewajiban 30% mencalonkan perempuan sebagai anggota legislatif yang diprioritaskan terpilih. Malah yang ada perempuan justru dipasang sebagai simbol akomodatif, dengan nomor-nomor sepatu yang susah meloloskan perempuan menuju kursi parlemen.

Untuk mengantisipasi hambatan kandidasi perempuan tersebut, Komisi Pemilihan Umum mewajibkan keterwakilan 30% pada saat pengajuan calon legislatif dengan sistem zipper. Dimana sistem tersebut dimaksudkan agar dapat memudahkan perempuan terpilih menjadi legislator. Hal ini merupakan suatu proses kemajuan dalam berdemokrasi agar Pemilu di Indonesia semakin baik dari sisi hukum dan kebijakan kesetaraan gender di bidang politik ataupun pemerintahan.

Makna Hari Ibu untuk Kualitas Demokrasi

Meskipun memang perolehan hasil pemilihan Umum 2019 belum sesuai harapan untuk keterwakilan perempuan yang sekurang-kurangnya ada 30% calon legislatif perempuan terpilih, tetapi ada peningkatan prosentase dari pemilu sebelumnya. Pemilu tahun 2014 anggota DPR RI yang terpilih hanya ada sebesar 17,32% sementara pada Pemilu 2019 meningkat sebesar 20,35%. Secara prosedural jelas terlihat ada peningkatan kesetaraan politik perempuan atau kesetaraan gender dalam politik.

Namun peningkatan prosentase tersebut ternyata masih belum bisa membuktikan terhadap kualitas perempuan yang terpilih sebagai anggota legislatif. Masih ada yang merespon dengan keraguan dan kritik dari berbagai pihak. Mereka masih meragukan peran langgota legislatif perempuan baik komitmen dan kompetensi politiknya. Misalnya menurut peneliti Formappi (Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia) Lucius Karus, legislator perempuan belum terlihat menjadi saluran aspirasi politik kelompok perempuan dan juga jarang muncul sebagai insiator dan konseptor pada isu-isu utama terkait perempuan. (Kompas.com, 03/10/2019)

Peringatan hari ibu ini menjadi momen yang tepat bagi anggota legislatif perempuan untuk mempertegas komitmen politiknya terhadap gerakan kesetaraan gender melalui pembuatan undang-undang di parlemen yang berorientasi pada semangat affirmative action. Dimana diharapkan nantinya dapat berkontribusi positif pada peningkatan partisipasi politik perempuan dalam Pemilu.

Dalam Pemilu dan Demokrasi, suara pemilih adalah hak politik yang sangat bernilai penting. Oleh karena itu, suara tersebut harus digunakan secara cerdas dan bijak, karena suara pemilih akan menentukan masa depan pemilih itu sendiri. Dengan pengalaman pemilihan umum sebelumnya, semoga pemilih akan semakin cerdas dalam menggunakan hak pilihnya pada tanggal 14 Februari 2024 nanti dan Peringatan Hari Ibu ini menjadi inspirasi untuk menjadikan Pemilu 2024 sebagai sarana integritas bangsa.

Mari kita merayakan Hari Ibu untuk peningkatan partisipasi politik perempuan dan demokrasi Pemilu di Indonesia yang lebih baik lagi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *