SUKABUMIKU.id – Pemecatan Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka, dan Bobby Nasution dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) telah memicu beragam reaksi. Salah satunya datang dari mantan Juru Bicara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Dino Patti Djalal, yang menyebut pemecatan tersebut sebagai karma politik.
PDIP resmi mengumumkan pemecatan Jokowi, Gibran, dan Bobby pada Senin (16/12/2024). Keputusan pemecatan tersebut disampaikan oleh Ketua Bidang Kehormatan PDIP, Komarudin Watubun, beserta jajaran pengurus DPP PDIP melalui sebuah video. SK pemecatan Jokowi terdaftar dengan nomor 1649/KPTS/DPP/XII/2024, Gibran dengan nomor 1650/KPTS/DPP/XII/2024, dan Bobby dengan nomor 1651/KPTS/XII/2024. Selain ketiganya, 27 anggota PDIP lainnya juga dipecat.
Melalui akun Twitter pribadinya, @dinopattidjalal, Dino Patti Djalal mengaitkan pemecatan tersebut dengan upaya pengambilalihan Partai Demokrat pada tahun 2021. “Pemecatan dari PDIP mungkin adalah karma politik bagi Jokowi, karena dulu dari Istana pernah ada konspirasi untuk secara tidak sah mengambil alih Partai Demokrat,” tulis Dino pada Selasa (17/12/2024).
Dino, yang juga pernah menjabat sebagai Wakil Menteri Luar Negeri di era SBY, menegaskan bahwa Partai Demokrat tidak pernah melakukan pembalasan setelah berhasil menggagalkan upaya pengambilalihan tersebut. “Demokrat, setelah berhasil mengalahkan upaya *take over* ini, tidak pernah membalas. Karma terjadi dalam bentuk lain,” tambahnya.
Kilasan Balik Upaya Pengambilalihan Demokrat
Isu pengambilalihan Partai Demokrat mencuat pada Februari 2021, ketika Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), menuding adanya upaya dari sejumlah kader dan mantan kader untuk mengambil alih kepemimpinan partai. Tudingan tersebut kemudian mengarah kepada Kepala Staf Presiden saat itu, Moeldoko, yang disebut ingin mengambil alih kepemimpinan Partai Demokrat secara inkonstitusional.
Puncaknya, Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat digelar di Deli Serdang, Sumatera Utara, yang menghasilkan Moeldoko sebagai Ketua Umum. Namun, pemerintah melalui Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, menolak mengesahkan kepengurusan hasil KLB tersebut.
Kubu Moeldoko kemudian mengajukan gugatan ke PTUN Jakarta, kasasi ke Mahkamah Agung (MA), hingga Peninjauan Kembali (PK) ke MA. Namun, seluruh upaya hukum tersebut ditolak, menegaskan keabsahan kepengurusan Partai Demokrat di bawah kepemimpinan AHY.
(mrf/*)