SUKABUMIKU.id – Sebuah babak baru dalam reformasi birokrasi Indonesia dimulai hari ini, Rabu, (09/04).Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI secara resmi menyetujui usulan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) untuk meniadakan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK).
Keputusan ini, yang diambil di Kompleks Parlemen, Jakarta, dipandang sebagai langkah progresif dalam memangkas prosedur yang berbelit dan menjunjung tinggi hak-hak sipil warga negara.
Habiburokhman, Ketua Komisi III DPR RI, menyatakan kepada media bahwa penghapusan SKCK adalah tindakan yang tepat waktu dan mendesak. Ia berpendapat bahwa SKCK, yang selama ini menjadi syarat administratif, sudah tidak lagi relevan dalam konteks kebutuhan masyarakat modern.
“Saya setuju, SKCK sebaiknya dihapuskan,” ujar Habiburokhman, seperti yang dikutip dari akun Instagram resmi @dpri_ri. Ia menambahkan bahwa SKCK tidak dapat diandalkan sebagai indikator pasti catatan kriminal seseorang. Menurutnya, cara yang lebih akurat dan transparan untuk memeriksa riwayat hukum seseorang adalah melalui akses langsung ke sistem informasi pengadilan.
“Memiliki SKCK tidak menjamin seseorang bersih dari masalah hukum. Jika seseorang pernah dihukum, informasi tersebut dapat diverifikasi melalui pengadilan,” jelasnya.
Selain masalah efektivitas, Habiburokhman juga menyoroti beban yang ditanggung masyarakat dalam proses pengurusan SKCK, yang seringkali memakan waktu, energi, dan biaya yang tidak sedikit. Ia memahami betul kerumitan prosedur yang harus dijalani, termasuk potensi biaya tambahan yang tidak terduga, terutama bagi mereka yang sedang mencari pekerjaan.
“Ketika seseorang mencari pekerjaan dan membutuhkan SKCK, mereka harus mengeluarkan biaya transportasi ke kantor polisi, mengantri, dan mungkin menghadapi biaya tambahan. Ini menjadi beban,” katanya.
Komisi III DPR RI melihat penghapusan SKCK sebagai bagian penting dari upaya yang lebih luas untuk menyederhanakan prosedur administrasi publik yang selama ini dianggap rumit. Diharapkan, langkah ini akan menciptakan sistem yang lebih efisien, transparan, dan mudah diakses oleh semua lapisan masyarakat.
Selain itu, penghapusan SKCK juga diyakini dapat mengurangi potensi praktik pungutan liar (pungli) dalam proses penerbitan dokumen tersebut. Dengan menghilangkan kebutuhan akan SKCK, diharapkan celah untuk praktik korupsi dapat ditutup.
Habiburokhman mengungkapkan bahwa isu penghapusan SKCK telah menjadi topik diskusi berulang kali antara Komisi III DPR RI dan pihak kepolisian. Ia juga menyoroti kontribusi SKCK terhadap Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang dinilainya tidak signifikan.
“Seberapa besar kontribusi SKCK terhadap PNBP? Seingat saya, tidak signifikan. Jadi, mengapa polisi harus bersusah payah mengurus SKCK?” tanyanya.
Ke depan, dengan disetujuinya penghapusan SKCK, pemerintah akan melakukan penyesuaian yang diperlukan dalam sistem informasi kependudukan dan mekanisme penelusuran riwayat hukum warga negara.
Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa proses administrasi publik dapat berjalan lebih efisien, inklusif, dan tidak diskriminatif bagi seluruh warga negara Indonesia. Kebijakan ini diharapkan dapat memberikan kemudahan bagi masyarakat yang selama ini merasa terbebani dengan kewajiban mengurus SKCK. (Mrf/*)